REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Indra, meminta Badan Intelijen Negara (BIN) berhati-hati dalam menangani serangkaian kasus teror di Poso, Sulawesi Tengah.
Menurut Indra, dalam menangkap dugaan pelaku insiden tersebut pihak Intelijen dan Kepolisian harus mempunyai bukti yang kuat untuk melakukan penangkapan. Apalagi hal itu menyangkut dugaan pada kelompok tertentu.
"Saya kurang sependapat dengan adanya judgement terhadap suatu kelompok, tapi yang pasti Intelijen harusnya profesional, kalau data belum cukup jangan dulu disebutkan," kata Indra di Gedung Parlemen Jakarta, Senin (22/10).
Karena menurutnya, belum lengkapnya bukti dapat menjadikan adanya salah tuding. "Ini jangan dianggap remeh, apakah benar kelompok yang disebutkan, bisa saja pengalihan isu," kata Anggota Komisi III itu.
Sebelumnya, Senin (22/10) dini hari kemarin, sebuah bom meledak di kantor pos lalu lintas milik Kepolisian Resor Poso di Kelurahan Kasintufu, Kecamatan Poso Kota, Kabupaten Poso. Insiden itu melukai dua polisi dan seorang satpam. Bom meledak sekitar 100 meter dari rumah dinas Bupati Poso Piet Inkiriwang.
Ledakan bom juga terjadi di Poso pada 9 Oktober lalu. Bom itu meledak di dua tempat terpisah, salah satunya di depan rumah anggota Dinas Pekerjaan Umum Poso. Ledakan itu tidak menimbulkan korban jiwa.
Dua pekan lalu juga terjadi rentetan serangan terhadap polisi di Poso. Dua personel polisi, Brigadir Satu Andi Sapa dan Brigadir Sudirman, yang dinyatakan hilang sejak 8 Oktober, ditemukan tewas di Dusun Taman Jeka, Desa Masani, Poso, Sulawesi Tengah.
Terdapat sayatan senjata tajam di leher kedua korban. Mereka terkubur dalam satu lubang yang sama. Pelaku dan motif pembunuhan terhadap keduanya belum diketahui. Kepolisian menduga pelaku adalah kelompok teror. Dugaan pun mengarah kepada Jamaah Anshorud Tauhid (JAT).