Kamis 18 Oct 2012 15:53 WIB

MPR Apresiasi Penghentian Pembahasan Revisi UU KPK

Diskusi revisi UU KPK menghadirkan Abraham Samad (kiri), Bambang Widjayanto (tengah) dan Yunus Husein sebagai pembicara.
Foto: REPUBLIKA/TAHTA AIDILA
Diskusi revisi UU KPK menghadirkan Abraham Samad (kiri), Bambang Widjayanto (tengah) dan Yunus Husein sebagai pembicara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y. Thohari menghargai sikap Badan Legsilatif (Baleg) DPR yang akhirnya sepakat untuk menghentikan pembahasan revisi Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Saya rasa itu adalah langkah yang baik. Berarti DPR mau mendengar dan memperhatikan aspirasi masyarakat yang berkembang," kata Hajriyanto Thohari usai menghadiri Seminar Nasional Konsolidasi Demokrasi dan Jati Diri Bangsa di Jakarta, Kamis (18/10).

Sikap tersebut, menurut dia, patut dihargai dan menunjukkan bahwa DPR telah memiliki keberanian untuk koreksi diri dengan mendengar kritik dan saran dari masyarakat.

Selain itu, hal yang patut mendapat acungan jempol adalah kesepakatan anggota Dewan dalam menyediakan anggaran bagi pembangunan gedung KPK baru.

"Kemauan DPR untuk mengubah sikapnya, berusaha membatalkan revisi UU KPK dan menyediakan anggaran pembangunan gedung KPK adalah tanda-tanda yang baik," lanjutnya.

Baleg DPR telah sepakat untuk tidak melanjutkan pembicaraan mengenai revisi UU KPK, setelah menggelar rapat pleno dan mendengar pendapat dari sembilan fraksi yang ada.

Kesembilan fraksi tersebut adalah Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Hanura, Gerindra, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Golkar.

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sejak awal telah menolak usul mengenai revisi UU KPK. Sebelumnya, draf yang diajukan oleh Komisi II DPR menuai kritik dari berbagai pihak karena dinilai merupakan upaya untuk melemahkan kinerja KPK dalam memberantas korupsi di Tanah Air.

Sejumlah hal yang ingin "dibenahi" Komisi III dalam UU KPK antara lain menghilangkan kewenangan penuntutan oleh KPK dan mengatur mekanisme penyadapan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement