Senin 15 Oct 2012 19:04 WIB

Hukuman Mati Bisa Diberlakukan di Kasus Century dan BLBI

hukuman mati (ilustrasi)
hukuman mati (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia Yenti Garnasih menegaskan ancaman hukuman mati bisa diberlakukan untuk kasus pemberian dana talangan Bank Century dan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). "Sebenarnya ancaman hukuman mati bisa dilakukan untuk BLBI dan Bank Century," kata Yenti Garnasih dalam Dialog Pilar Negara di MPR, Senayan, Jakarta, Senin (15/10).

Dialog bertema 'Masa Depan Pemberantasan Korupsi Indonesia' juga menghadirkan pembicara Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y Thohari dan anggota FPKB Abdul Malik Haramain. Lebih lanjut Yenti menjelaskan dalam UU jelas disebutkan hukuman mati bisa diberlakukan untuk korupsi yang membahayakan perekonomian negara dan korupsi dana bantuan bencana alam.

"Ini bisa dimulai, ancaman hukuman mati itu pada kasus Bank Century dan BLBI, arahnya bisa ke situ, tapi apakah penyidik dan jaksa mau melakukan itu?" kata Yenti.

Yenti juga mengusulkan agar segera membuat UU perampasan aset hasil korupsi untuk membuat jera pelaku korupsi. "Sekarang ini banyak koruptor yang merasa bolehlah dipidana atau dihukum tapi asetnya kan masih disimpan. Aset masih diselamatkan," kata Yenti.

Selain itu, tambah Yenti, harus digalakkan budaya malu karena saat ini orang sudah tidak malu lagi melakukan korupsi, bahkan sudah dipidanapun tidak membuatnya malu. Sementara Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y Thohari sepakat bahwa saat ini sudah hilang budaya malu tersebut.

"Kalau dilihat dari segi aturan dan perundangan soal pemberantasan korupsi sudah banyak dan komplit. Ada persoalan lain, ada faktor mentalitas, terlalu permisif, seperti budaya malu yang telah hilang," kata Hajriyanto.

Karena itu, tambah Hajriyanto, perlu ada gerakan budaya untuk menumbuhkan kembali budaya malu jika melakukan hal-hal yang tidak baik. Hajriyanto menjelaskan desain untuk pemberantasan korupsi dimulai melalui Tap MPR XI Tahun 1998 yang melahirkan Komisi Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN).

Selanjutnya dilakukan evaluasi pada 2001, dan terbitlah Tap VIII/MPR/2001 tentang rekomendasi percepatan pemberantasan korupsi yang salah satunya rekomendasikan secara eksplisit untuk membuat UU korupsi, pencucian uang, perlindungan saksi dan korupsi, ombudsman, keterbukaan informasi publik sekaligus pembentukan lembaganya seperti KPK, LPSK, KIP.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement