REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyayangkan pemberian grasi untuk dua gembong narkoba oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Langkah tersebut dinilai sebagai penggunaan hak konstitusional yang tidak tepat.
"Dengan segala hormat, untuk keputusan grasi itu saya menyatakan tidak sependapat," kata Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siroj, di Jakarta, Jumat (12/10).
Said beralasan, pemberian grasi tersebut dikhawatirkan melemahkan semangat pengenaan efek jera sebagai tujuan akhir keputusan hukum terhadap terpidana kasus peredaran narkoba.
"Tirulah Cina dan Singapura. Tidak peduli warga negaranya sendiri, jika terjerat peredaran narkoba hukumannya pasti berat. Mereka jelas non muslim dan bisa, kita kok tidak," kata Said.
Sebelumnya, Presiden SBY mengabulkan pengajuan grasi oleh dua gembong narkoba Deni Setia Maharwan alias Rapi Mohammed Majid dan Merika Pranola alias Ola alias Tania. Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha, mengatakan pemberian grasi tersebut dilakukan SBY atas dasar perhatiannya kepada warga negara Indonesia yang dijatuhi vonis hukuman mati dalam kasus pidana.