Kamis 11 Oct 2012 17:15 WIB

Tak Hanya MA, Presiden pun Gugurkan Pidana Mati

Rep: Ahmad Reza Safitri/ Red: Dewi Mardiani
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
Foto: Haji Abror Rizki/Rumgapres
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Upaya pemberantasan narkotika semakin dipertanyakan. Setelah sebelumnya Mahkamah Agung (MA) membatalkan vonis mati kepada sejumlah gembong narkotika, kini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun tak ketinggalan. 

Dalam kasus sindikat narkotika internasional, Deni Setia Maharwa alias Rapi Mohammed Majid, didapati bukan MA yang melakukan perubahan dari pidana mati menjadi pidana seumur hidup. Rupanya, perubahan itu dari orang nomor satu di Indonesia.

Salah satu petugas panitera MA yang tak mau disebutkan identitasnya menyebutkan, kasus Deni bernomor perkara 21 SUS/MA/2011. Keberadaan kata SUS-lah yang menegaskan bahwa peringanan hukuman bukan berasal dari MA. "SUS itu artinya grasi," kata dia kepada wartawan, Kamis (11/10).

Jika perkara ditangani MA, lanjut dia, maka dalam nomor perkara akan tercantum kata Pid.Sus. Dari salinan berkas perkara, hanya berisi catatan penanganan perkara tanpa ada salinan putusan tersebut, tertulis bahwa pemohon sekaligus termohon dan terdakwa Deni Setia Maharwa bernomor registrasi 21 SUS/MA/2011.

Dalam berkas itu pula, Pengadilan Negeri (PN) Tangerang tercantum sebagai pengadilan pengaju. Sementara pada nomor surat pengantar, tertera W29.U4/360/HN.01.II/VI/2010 dengan jenis permohonan SUS/MA. "Kabul (berupa perubahan dari pidana mati yang dijatuhkan kepadanya menjadi pidana penjara seumur hidup)," begitu yang tertulis dalam keterangan informasi perkara.

Status perkara yang masuk pada 20 Juni 2011 dan bertanggal distribusi 1 Agustus tahun yang sama itu telah dikirim ke Pengadilan Pengaju, pada 1 Februari 2012. Menilik perjalanan kasus hukum Deni, terdapat nama Hatta Ali yang bertindak sebagai Ketua PN Tangerang.

Pada Agustus 2000, Ketua Majelis Hakim PN Tangerang, Asep Iriawan menjatuhi hukuman mati kepada Deni. Putusan itu sekaligus menjadi kali pertama hukuman mati kepada WNI dengan kasus narkotika. Lalu pada April 2001, MA menguatkan vonis tersebut melalui putusan kasasi.

Hatta Ali pun ketika itu memberikan apresiasi berlebih atas putusan Iwan Iriawan. Menurut dia, putusan tersebut sangatlah setimpal mengingat keberadaan narkotika yang dapat merusak moral dan budaya masyarakat. Kini, Hatta Ali menjabat sebagai Ketua MA. Namun, ketika mencoba mengububungi melalui sambungan telepon dan pesan singkat, Hatta Ali tak memberikan jawaban.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement