REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi V DPR RI Yudi Widiana Adia mengeritik kebijakan pemerintah yang menyerahkan penyelenggaraan sarana sekaligus prasarana perkeretaapian kepada PT Kereta Api Indonesia (KAI) Persero, termasuk perawatan dan pengoperasiannya.
Pelimpahan seluruh tugas penyelenggaraan perkeretaapian itu dinilai akan membebani kinerja PT KAI yang seharusnya fokus pada pelayanan angkutan kereta api saja. Apalagi jika tidak diikuti dengan penambahan anggaran PSO di sektor perkeretaapian.
Pasal 28 Perpres Nomor 53/2012 menyebutkan pada saat mulai berlakunya Peraturan Presiden ini, PT KAI (Persero) sebagai pelaksana penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum milik negara yang ada saat ini tetap melaksanakan tugas perawatan dan pengoperasian prasarana perkeretaapian umum milik negara sampai dengan terbentuknya Badan Usaha penyelenggara prasarana perkeretaapian umum.
Sementara dalam UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, Pasal 17 menyebutkan bahwa Penyelenggaraan perkeretaapian umum terdiri atas penyelenggaraan prasarana perkeretaapian dan/atau sarana perkeretaapian.
Kemudian, pasal 214 UU No.23/2007 juga mengamanatkan kepada pemerintah untuk membentuk badan usaha penyelenggaraan sarana dan badan usaha penyelenggaraan prasarana paling lama 3 tahun setelah UU Perkeretaapian disahkan, atau pada tahun 2010. Namun, hingga kini pemerintah belum membentuk badan usaha penyelenggara prasarana. Sebaliknya, pemerintah melimpahkan tugas itu kepada PT KAI sebagai operator sekaligus badan penyelenggara sarana kereta api.
Sesuai dengan UU Perkeretaapian, penyelenggaraan prasarana dilakukan oleh badan usaha tersendiri dan terpisah dengan penyelenggara sarana. Tujuannya adalah agar pelayanan menjadi lebih baik.
"Tapi, mengapa pemerintah justru sampai sekarang belum juga membentuk badan penyelenggara prasarana. Sebaliknya, semakin membebani PT KAI dengan menyerahkan kewenangan itu kepada PT KAI. Kalau seperti ini terus, bagaimana perkeretaapian kita bisa lebih baik,” kata Yudi.