Selasa 02 Oct 2012 15:16 WIB

MA Tolak Hukuman Mati Terdakwa Narkotika

Rep: Ahmad Reza Safitri/ Red: Dewi Mardiani
Gedung Mahkamah Agung
Foto: M.Syakir/dok.Republika
Gedung Mahkamah Agung

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) menolak hukuman mati bagi terdakwa kasus narkotika, Henky Gunawan. Dalam putusan Peninjauan Kembali (PK), MA mengabulkan PK yang dimohonkan Henky.

"Kabul. Mengabulkan permohonan peninjauan kembali Hanky Gunawan." Begitu bunyi amar putusan PK dengan nomor perkara 39 K/Pid.Sus/2011 seperti yang dilansir laman MA, Selasa (2/10).

Alasan MA mengabulkan permohonan Henky, karena menganggap hukuman mati bertentangan dengan Pasal 28 Ayat 1 UUD 1945 dan melanggar Pasal 4 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Karena itu, putusan tersebut dengan sendirinya menganulir putusan kasasi MA yang sebelumnya yang malah menghukum mati Henky.

Adapun majelis hakim yang memberikan putusan adalah Imron Anwari sebagai ketua dan Achmad Yamanie serta Nyak Pha selaku anggota. Namun, putusan tersebut malah menuai kontroversi. Hal itu dikarenakan MA dianggap menolak pemberlakuan hukuman mati dengan alasan melanggar UUD. Padahal, jika menilik putusan Mahkamah Konstitusi dengan nomor perkara 15/PUU-X/2012, Mahkamah menolak pencabutan hukuman mati.

Di tubuh MA sendiri nampaknya terdapat perbedaan pendapat mengenai pemberlakuan hukuman mati. Ketua Muda Pidana Khusus MA, Djoko Sarwoko, mengatakan tidak semua hakim agung setuju dengan putusan Imron.

Djoko sendiri malah berpendapat bahwa seharusnya pertimbangan tidak menjatuhkan hukuman mati dengan tidak membandingkannya dengan UUD. Hal itu, kata dia, karena Indonesia hingga saat ini masih mempertahankan pidana mati. Selain itu, MK juga menyatakan hukuman mati tidak bertentangan dengan konstitusi.

Namun, Djoko enggan berspekulasi mengenai apa yang menjadi alasan putusan tersebut. "Sebaiknya ditanyakan ke Imron," ujar dia. Kendati demikian, Djoko memastikan bahwa putusan tersebut belum akan menjadi yurisprudensi bagi pelaksanaan pengadilan. Sebab, jelas dia, yurisprudensi baru akan berlaku setelah disepekati dalam rapat pleno hakim agung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement