REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Miranda Swaray Goeltom, terdakwa kasus suap terhadap sejumlah anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004 terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia (BI), mengatakan dirinya masih mencari keadilan.
"Mengapa saya langsung banding, bukan masalah lamanya tapi bahwa tidak dinyatakan apa buktinya, bagi saya yang terpenting adalah ingin mencari keadilan," kata Miranda seusai sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (27/9).
Pada sidang tersebut majelis hakim yang diketuai oleh Gusrizal memutuskan Miranda bersalah dengan pidana penjara 3 tahun dengan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan, Miranda mengatakan bahwa ia langsung mengajukan naik banding.
"Apa yang terjadi ini? Yang terpikir oleh saya ada dua, satu mungkin opini publik yang sudah demikian kuat membuat majelis hakim menjadi gamang apabila membebaskan saya," ungkap Miranda.
Kedua adalah Miranda menganggap bahwa kondisi kembali ke zaman Mpu Gandring. "Mungkin kita kembali ke zaman Mpu Gandring, kalau kerisnya keluar sudah pasti ada yang mati, sama seperti saya, karena saya sudah jadi tersangka saya salah," ungkap Miranda.
Ia mengungkapkan bila tidak ada bukti, seharusnya ia tidak disalahkan. "Itu namanya menzolimi, Agus Condro yang membuka cerita ini saja menyatakan bahwa kalau tidak bisa terbukti di pengadilan jangan Miranda disalahkan," ungkap Miranda.
Agus Condro adalah anggota fraksi PDI-P Komisi IX periode 1999-2004 yang menjadi 'whistle blower' dalam kasus itu dan sudah menjalani hukuman satu tahun tiga bulan karena bersalah menerima cek pelawat dalam pemilihan DGSBI 2004.
Miranda juga mengaku tidak takut bila ketika ia mengajukan banding maka hukuman yang diperoleh dapat semakin berat. "Saya katakan bahwa saya akan naik banding, saya yakin yang namanya pengadilan itu masih ada keadilan," tambah Miranda.