Rabu 26 Sep 2012 22:59 WIB

Alumni Usul Pos Keamanan Terpadu SMAN 6 dan SMAN 70

Rep: Muhammad Ghufron/ Red: Hazliansyah
 Orang tua almarhum Alawy Yusianto, Ibu Endang Puji (tengah) menyaksikan prosesi pemakaman anaknya Alawy Yusianto di pemakaman Poncol, Pudurenan, Tangerang, Banten, Selasa (25/9). Almarhum siswa SMA 6 Alawy ditusuk dengan celurit ketika terjadi tawuran pel
Foto: ANTARA/M Agung
Orang tua almarhum Alawy Yusianto, Ibu Endang Puji (tengah) menyaksikan prosesi pemakaman anaknya Alawy Yusianto di pemakaman Poncol, Pudurenan, Tangerang, Banten, Selasa (25/9). Almarhum siswa SMA 6 Alawy ditusuk dengan celurit ketika terjadi tawuran pel

REPUBLIKA.CO.ID, SEMANGGI -- Gabungan Alumni SMAN 70 dan SMAN 6 Jakarta menilai upaya penggabungan kedua sekolah tidak efektif untuk meredam aksi tawuran. Sebab, sekolah tersebut diperkirakan berpotensi mencari lawan konflik baru.

Ketua Gabungan Alumni SMAN 70 dan SMAN 6 Jakarta, Alex Asmasoebrata mengatakan, hal itu karena di dalam sekolah masih terdapat oknum-oknum yang terpengaruh untuk menciptakan konflik.

"Budaya itu sudah mengakar dari tahun-tahun sebelumnya," kata Alex, seusai pertemuan Kapolda Metro Jaya Inspektur Jendral Untung S Rajab dengan gabungan alumni SMAN 70 dan SMAN 6 Jakarta, Rabu (26/9).

Untuk itu, gabungan Alumni SMAN 70 dan SMAN 6 Jakarta pun mengusulkan beberapa upaya untuk meredam konflik. Diantaranya dengan menyiapkan pos keamanan terpadu antara SMAN 6 dengan SMAN 70 yang melibatkan personel kepolisian, TNI, maupun petugas keamanan serta meningkatan pengawasan dari guru maupun kepala sekolah terkait kehadiran siswa sebelum dan sesudah pulang sekolah.

Tidak hanya itu, penerapan kedisiplinan oleh aparat kepolisian maupun TNI saat orientasi siswa baru juga dinilai bisa mencegah konflik serta memberikan pelajaran psikologis untuk pelajar.

Yang paling penting, menindak tegas murid yang terlibat tawuran, maupun guru yang tidak bisa mendidik siswa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement