REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wapres Boediono mengatakan negara memerlukan payung hukum kuat yang bisa digunakan untuk melakukan tindakan jika terjadi krisis ekonomi seperti beberapa tahun lalu.
"Undang-undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) harus segera diselesaikan untuk memberikan amunisi atau persiapan jika terjadi krisis," kata Wapres saat membuka seminar Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Jakarta, Rabu (26/9).
Menurutnya, dengan UU JPSK maka negara memiliki payung hukum kuat yang bisa menjadi landasan pengambilan keputusan dalam merespon krisis ekonomi. "Kalau landasan hukumnya tidak kuat, maka semua gamang untuk melakukan respon (penanganan krisis), dan itu negatif kalau pejabatnya gamang," kata Wapres.
Boediono mengatakan, UU JPSK merupakan bagian dari 'national crisis protocol' yang mengatur dan mengkoordinasi upaya penanganan krisis secara bersama-sama. "Respon terhadap krisis itu harus sinkron, satu sama lain harus sama. Itu pengalaman kita dari krisis-krisis terdahulu," katanya.
Dikatakannya, LPS juga menjadi salah satu benteng utama dalam penanganan krisis, karena dengan adanya penjaminan dana masyarakat di perbankan maka kepercayaan masyarakat terhadap perekonomian akan terjaga. Wapres menjelaskan kondisi perekonomian global saat ini masih penuh ketidakpastian, sehingga diperlukan kewaspadaan yang tinggi untuk menghadapi segala kemungkinan yang terjadi.
Kewaspadaan tinggi, lanjutnya harus diutamakan di sektor keuangan yang biasanya memiliki karakter lambat dalam melakukan respon terhadap krisis ekonomi. "Di sektor keuangan, saat krisis responnya sangat lambat jika tanpa bantuan negara," katanya.
Sependapat dengan Wapres, pengamat ekonomi Fauzi Ichsan menilai landasan hukum yang kuat sangat dibutuhkan dalam mengantisipasi jika terjadi krisis ekonomi seperti yang terjadi pada 2008 lalu.
"UU JPSK itu sangat diperlukan jika pemerintah membutuhkan tindakan untuk mem-bailout bank seperti waktu Bank Century waktu itu. Kalau tidak ada undang-undangnya tidak ada yang berani memutuskan untuk menalangi bank lagi, karena takut keputusannya itu menjadi pidana di kemudian hari," katanya.
RUU JPSK sampai saat ini belum selesai dibahas oleh Pemerintah dan DPR meski sudah dilakukan dalam dua kali masa sidang di DPR. Menkeu Agus Martowardojo mengharapkan pada kuartal III RUU ini bisa diselesaikan.