REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Maraknya aksi terorisme membuat pemerintah dan DPR berencana membuat RUU Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT). Saat ini, proses pembuatan undang-undang inisiatif pemerintah tersebut sudah dalam tahap pembentukan panitia khusus (pansus) di DPR dengan agenda rapat dengar pendapat umum. Salah satu agenda kerja adalah kunjungan kerja ke Jawa Tengah dan Poso Oktober mendatang.
‘’Draft oleh pemerintah relatif tidak menimbulkan banyak perbedaan antarfraksi yang ada di DPR,’’ kata anggota Pansus TPPT dari fraksi PDI Perjuangan, Eva K Sundari ketika dihubungi, Selasa (25/9).
Menurut dia, RUU ini merupakan aturan baru yang terlepas dari peraturan mengenai penanganan terorisme yang ada. Fokusnya, lebih ke sektor pendanaan aksi terror. Beberapa poin yang menjadi perhatian dari naskah RUU tersebut antara lain, bagaimana memperkuat mekanisme melacak dana para terorisme oleh para penegak hukum, khususnya, pada saat rekening dibekukan.
Sehingga nantinya tidak menghalangi hak keluarga terhadap dana pelaku yang memang legal. Dengan begitu, diharapkan tidak akan menimbulkan ekses pewarisan terorisme melalui jalur keturunan. ‘’Karena kekerasan dan tekanan berlebihan dari aparat itu bisa menyumbang proses pembentukan terorisme secara pribadi dari keturunan,’’ papar anggota Komisi III DPR tersebut.
Pengaturan pun, lanjut dia, termasuk mengenai pihak yang ditunjuk untuk mengatur rekening atau harta yang sudah dibekukan dan dalam proses penuntutan. Ia menilai, harus ada manajemen untuk mengelola harta tersebut sehingga tidak mengalami penurunan nilai, termasuk memastikan rekening yang dibekukan tidak lagi bisa digunakan untuk transaksi apa pun.
Dalam naskah usulan pemerintah, ucap dia, pengaturan penyitaan rekening atau harta itu akan dipastikan dilakukan oleh pihak yang sah yaitu, kementerian keuangan. Naskah itu juga membahas pengaturan peruntukannya dan memastikan bahwa harta tersebut menjadi asset negara.