Senin 24 Sep 2012 15:18 WIB

Sertijab Foke ke Jokowi 7 Oktober

 Calon Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (tengah) saat memberikan keterangan kapada wartawan dan menemui pendukungnya di posko tim sukses pasangan Jokowi-Ahoki Jl. Borobudur No.22, Menteng, Jakarta, Kamis (20/9/2012)
Foto: ANTARA
Calon Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (tengah) saat memberikan keterangan kapada wartawan dan menemui pendukungnya di posko tim sukses pasangan Jokowi-Ahoki Jl. Borobudur No.22, Menteng, Jakarta, Kamis (20/9/2012)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Rapat pleno penghitungan suara Pemilukada DKI Jakarta yang telah dilaksanakan pada Kamis 20 September kemarin, akan digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta pada 29 September 2012. Penegasan tersebut disampaikan anggota KPU DKI Jakarta, Jamaluddin F Hasyim, di Jakarta, Senin (24/9).

Penetapan tersebut, menurut dia, akan dilakukan apabila tidak ada gugatan dari kubu pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli yang kalah perolehan suaranya dari pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama menurut versi hitung cepat.

"Apabila tidak ada gugatan dari kubu Foke, pada 7 Oktober itu serah terima jabatan gubernur DKI 2012-2017. Salah satu syaratnya, Jokowi harus mundur dari jabatannya sebagai Wali Kota Solo," ujar Jamaluddin.

Namun, lanjut dia, sebelum serah terima jabatan gubernur DKI 2012-2017 dilakukan, Jokowi harus mundur dari jabatannya sebagai Wali Kota Solo, setelah penetapan gubernur DKI terpilih dilaksanakan pada 3 Oktober 2012.

Jamaluddin menjelaskan, setelah penetapan gubernur DKI terpilih, maka mundurnya Jokowi dari jabatannya di Solo harus segera diproses oleh DPRD Solo. Setelah itu diajukan kepada Menteri Dalam Negeri untuk kemudian dikeluarkan SK dari Presiden RI.

"Sebetulnya kalau menggunakan aturan lama, kepala daerah harus mundur dari jabatan sebelum menjadi calon, namum aturan itu 'kan sudah dibatalkan. Otomatis bila terpilih, maka harus mundur dari jabatannya, karena tidak mungkin 'double job'," katanya.

KPU DKI belum membahas lebih lanjut mengenai antisipasi apabila pengajuan mundur Jokowi sebagai Wali Kota Solo ditolak oleh DPRD Solo. Menurut dia, masalah tersebut sudah berada di luar ranah KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilihan umum.

"Itu belum bisa dijawab. Nanti mungkin kami lihat ada wacana yang berkembang seperti apa. Tapi yang jelas, tidak bisa kalau tidak mundur. KPU DKI belum bicarakan sampai setingkat itu, sehingga belum punya sikap. Karena itu sudah di luar ranah KPU," ujarnya.

Jamaluddin menambahkan, kalau sudah bicara surat Kemendagri dan SK Presiden sudah melampaui wewenang tugas KPU. Karena kinerja KPU lebih kepada urusan proses pemilihan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement