REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Wacana sertifikasi ulama yang dilontarkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terus berkembang. Namun, BNPT menilai wacana tersebut telah diubah sedemikian rupa sehingga dimaknai berbeda oleh publik. Padahal, BNPT hanya mencontohkan sertifikasi ulama di Singapura sebagai bentuk dari program deradikalisasi.
"Jadi itu hanya memberikan contoh dengan sertifikasi (pemuka agama Islam) di Singapura. Jadi itu plintiran, BNPT punya program seperti itu," kata Kepala BNPT, Ansyaad Mbai yang dihubungi Republika, pada Senin (10/9).
Ansyaad menambahkan BNPT tidak akan mengekor program dari negara lain untuk diterapkan dalam proses deradikalisasi di Indonesia. Menurutnya masing-masing negara memiliki karakteristik dan ancamannya sendiri.
Negara seperti Singapura, lanjutnya, memang lebih baik melakukan sertifikasi pemuka agama Islam karena berbeda dengan Indonesia. Singapura merupakan negara kecil dengan jumlah penduduk yang terbatas. Dari segi keragaman dan pemahaman keagamaan pun berbeda antara Singapura dan Indonesia.
Ia menambahkan, tidak hanya Singapura, tetapi juga di negara muslim seperti Turki pun sudah melakukan sertifikasi terhadap pemuka agama Islam. Ansyaad memaparkan di Turki seorang ulama harus lulus dari sekolah yang sudah disertifikasi pemerintah Turki yang disebut Imam Khotib School.
Seorang ulama di Turki harus lulus dari sekolah itu terlebih dahulu sebelum menyiarkan ajaran dan ceramahnya kepada masyarakat. Hal itu ia ketahui saat bertukar pikiran dengan Duta Besar Turki di Jakarta. "Jadi tidak semua orang bisa berdakwah seperti itu (berbau radikalisme)," jelasnya.
Namun begitu ia berkelit jika sertifikasi ulama yang dilakukan Turki dapat menjadi contoh model untuk dilakukan di Indonesia yang juga sebagian besar masyarakatnya beragama Islam. Meski ia tidak menutup kemungkinan untuk menjadikan sistem sertifikasi ulama di Turki sebagai pembanding dan harus disesuaikan untuk diterapkan di Indonesia.
Saat ditanya apakah proses deradikalisasi dapat dilakukan dengan mengontrol dan mengawasi para ulama dengan sertifikasi itu, ia menolak menjawabnya. "Tanyakan masyarakat dan ulama saja. Kalau saya bicara seperti itu pasti akan diplintir lagi," kilahnya.