Ahad 02 Sep 2012 17:48 WIB

Peneliti AS Bantu Tingkatkan Kinerja Kesekjenan DPD

Anggota DPR dan DPD RI mengikuti Sidang Paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
Foto: Antara/Yudhi Mahatma
Anggota DPR dan DPD RI mengikuti Sidang Paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk meningkatkan kinerja kesetjenan dalam bidang dukungan legislasi terhadap DPD, Setjen DPD menggundang dua peneliti senior dari Congressional Research Service (CRS) Kongres Amerika Serikat (AS). Mereka adalah William H Robinson (peneliti senior kebijakan publik) dan Francis T Miko (konsultan kebijakan internasional).

"Model-model yang diterapkan CRS dalam mendukung kinerja anggota kongres AS sangat baik, karena secara teknis lembaga-lembaga pendukung kinerja parlemen dibentuk dalam rangka mendukung kinerja anggota dalam bidang legislasi, pertimbangan dan pengawasan," kata Sekjen DPD, Siti Nurbaya Bakar dalam pernyataan persnya, Ahad (2/9).

Kedua peneliti itu memberikan pemaparannya ke para pejabat struktural eselon II, III dan IV serta staf ahli alat Kelengkapan DPD, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (31/8).

Dalam pemaparannya, Robinson menjelaskan bahwa secara struktural CRS berada din bawah kongres AS. Hal itu, kata dia, karena dalam sistem kepegawaian Parlemen di AS tidak dikenal kesetjenan seperti di Indonesia. Meskipun berada di bawah naungan Kongres AS, CRS memiliki indepedensi.

Dari hasil penelitian CRS, kata Robinson, hasil penelitian tersebut akan diserahkan kepada anggota karena tidak ada kewajiban dari peneliti CRS menyerahkannya ke publik. ”Nanti anggota legislatif yang akan menyebarkan hasil penelitian tersebut ke rakyat, ini sebagai bentuk hadiah anggota legislatif terhadap pemilihnya,” ujar Robinson.

Menjawab pertanyaan peserta yang melihat adanya sistem politik dan kebiasaan serta kualitas anggota legislatif yang berbeda antara Indonesia dengan Amerika Serikat, menurut Francis T Miko, memang hal ini merupakan kendala yang sering dialami oleh negara-negara yang usia demokrasinya masih baru, seperti Indonesia.

Meskipun begitu, menurutnya beberapa negara demokrasi baru seperti Bulgaria dan Russia, bisa dijadikan contoh bahwa staf Parlemen di negara-negara tersebut tetap memberikan dukungan yang optimal. ”Meskipun hasilnya usulan RUU dari DPD tidak diterima DPR, tidak masalah, yang penting DPD harus membuat usulan yang bagus-bagus,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement