Selasa 31 Jul 2012 21:34 WIB

MPR Diharapkan Kembali Menjadi Lembaga Tertinggi

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG - Pengamat politik dan Guru Besar Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung Yudi Latif mengatakan kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara harus ditegakkan lagi sehingga lembaga negara itu mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada MPR melalui sidang tahunan atau pertemuan tahunan.

"Jadi intinya, apabila ingin menegakkan akuntabilitas publik harus memperbaiki institusi negara dan warga harus aktif untuk mempertanyakan dan mengkritisi kebijakan-kebijakan atau program yang diambil oleh lembaga negara," kata Yudi Latif dalam diskusi "Evaluasi Terhadap Akuntabilitas Publik Kinerja Lembaga Negara" di Bandung, Selasa (31/7).

Menurut Yudi, saat ini akuntabilitas publik menghadapi dua masalah besar pertama adalah masih lemahnya partisipasi masyarakat dalam berdemokrasi atau hanya terfokus pada pencoblosoan atau pemilu.

"Usai pemilu berlangsung masyarakat tidak pernah mengawal janji-janji kampanye kepala darah terpilih yang sudah berkuasa. Padahal kekuasaan itu cenderung korup," kata dia,

Permasalahan kedua, lanjut Yudi, adalah dilihat dari sisi kelembagaan politik di kita itu masih semrawut, salah satunya ialah bagaimana penataan institusi publik pasca amandemen UU.

Banyak yang salah kaprah. Contohnya, dulu MPR itu lembaga tertinggi negara. Namun, setelah amademen UU, MPR itu disejajarkan dengan lembaga tinggi negara. Jadi lembaga negara itu bertanggungjawab kepada siapa," kata dia.

Sementara itu, Wakil Ketua MPR RI Ahmad Farhan menambahkan apabila melihat aspirasi rakyat dan sebagai jalan keluar bagi aspirasi yang diusung kepada wakil rakyat di MPR, maka menjadi tugas MPR untuk merealisasikan segera apa yang menjadi tugas anggota MPR.

Farhan menyatakan bahwa saat ini MPR sedang mengusahakan kembali digelarnya Sidang Tahunan MPR sebagai sidang aspirasi tahunan dari permasalahan bangsa ini.

"Saat ini MPR ini bukan lembaga tertinggi lagi sehingga pengusulan akan digelar kembali Sidang Tahunan pada perubahan UU Nomor 27 guna melahirkan kembali sidang tersebut," kata Farhan.

Ia juga akan meminta pandangan lebih luas tentang ST MPR ke berbagai akademisi di negeri ini agar kinerja MPR yang lebih baik. "Jika dipandang lebih baik, agar dimasukkan ke dalam perubahan tersebut. Jika tidak pun harus diberikan alasan akademik yang mendasar," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement