REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR mengusulkan pembubaran Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) dan selanjutnya mengalihkan tugas, personalia, dan wewenang ke Ditjen Migas Kementerian ESDM. Usulan tersebut tertuang dalam draf ke tiga Rancangan Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (RUU Migas) sebagai usulan DPR yang salinannya diperoleh di Jakarta, Senin (30/7).
RUU Migas tersebut merupakan inisiatif DPR dan saat ini DPR masih menyelesaikan draf final RUU sebelum dibahas secara resmi dengan pemerintah. Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar, Bobby Rizaldi mengatakan, usulan pembubaran tersebut masih dalam pembahasan.
Menurut dia, berdasarkan referensi di seluruh dunia, tidak pernah ada badan pengatur yang ikut dalam fungsi pengawasan distribusi BBM. Fungsi tersebut, lanjutnya, adalah menjadi tugas pemerintah atau kementerian atau BUMN pelaksananya masing-masing. "Jadi, fungsi ini yang sedang kita bahas apakah BPH Migas masih diperlukan atau dilebur. Karena selain fungsi pengawasan BBM, BPH Migas punya fungsi lain seperti pengaturan gas pipa," ujarnya.
Bobby juga mengatakan, poin utama diskusi RUU Migas dengan pemerintah adalah mengenai kelembagaan, koordinasi tupoksi di antara lembaga-lembaga itu, penguatan peran daerah dan pembenahan tata niaga.
Hal lain yang juga akan dibahas mengenai lex specialist pajak, dan pembentukan petroleum fund. "Masih dalam perbincangan internal Komisi VII DPR adalah apakah perpanjangan kontrak migas perlu diatur dalam UU ini atau tidak dan bentuk kontrak migas yang selama ini hanya dalam format kontrak bagi hasil," katanya