REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Republik Indonesia menggandeng masyarakat sipil dalam usaha Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK) dengan terbitnya Peraturan Presiden No 55 2012 tentang Strategi Nasional PPK.
Dalam pasal 9 Perpres tersebut, disebutkan bahwa pemerintah melibatkan peran serta masyarakat dalam upaya membersihkan bangsa dari tindak pidana korupsi.
Wakil Menteri Bappenas, Lukita Dinarsyah Tuwo, menyatakan peraturan itu memberikan suatu mekanisme bagi partisipasi masyarakat dalam implementasi strategi PPK melalui pengembangan proses aksi, implementasi, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan. Langkah itu ditempuh, menurut dia, karena pemerintah tidak dapat melakukan upaya PPK secara sendiri-sendiri.
"Pemerintah harus mencari dukungan melalui organisasi masyarakat sipil, akademisi dan media dan menyukseskannya," ungkap Lukita pada pembukaan Forum Anti Korupsi di Hotel Four Seasons, Senin (30/7).
Pada kesempatan itu, Duta Besar Pimpinan Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia, Brunei Darussalam dan ASEAN, Julian Wilson, menuturkan pemerintahan yang baik adalah dasar bagi pembangunan yang berkelanjutan dan demokrasi yang kuat. Untuk mencapai cita-cita itu, kerjasama efektif dengan masyarakat sipil, komunitas bisnis, akademisi dan media adalah unsur yang penting yang harus dilakukan.
"Sejauh ini, Indonesia telah melakukan langkah maju dalam pengembangan prinsip dasar dari pemerintahan yang baik: keterbukaan, partisipasi, akuntabilitas, dan efektifitas," ujar Julian.
Sementara itu, Direktur Hukum dan HAM Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional, Diani Sadiawati, mengungkapkan, strategi nasional tidak dapat disusun dengan hanya mengacu kepada pertimbangan yang datang dari pemerintah. Srategi tersebut, tutur dia, terbentuk melalui kerja sama antara pemerintah dan masyarakt sipil.
"Kita harus bekerja sama untuk mewujudkan pencegahan dan pemberantasan korupsi demi terciptanya Indonesia yang bersih," ungkap Diani.