REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Mantan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) menyatakan Indonesia sulit mencapai swasembada kedelai karena iklim yang tidak mendukung sehingga prouktivitas tanaman kedelai rendah.
"Kedelai secara agronomis tidak tumbuh dengan produktivitas tinggi di Indonesia, jadi untuk swasembada sangat susah," kata Jusuf Kalla usai memantau kesiapan pelayanan donor darah selama Ramadhan 1433 H di Kantor PMI Provinsi DKI Jakarta, Jumat (27/7).
Mantan Wapres yang biasa disapa JK mengaku, sewaktu masih menjabat Wapres pernah mengupayakan swasembada kedelai nasional, tapi tidak berhasil karena usahanya tidak menghasilkan panen melimpah seperti yang diharapkan.
"Kedelai itu tidak terlalu sesuai dengan iklim kita, hasil panen kedelai di Indonesia per hektar tidak tinggi paling satu hektar dapatnya 2-3 ton," kata JK yang juga Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) Pusat.
Berbeda dengan cuaca di Amerika Serikat di mana tanaman kedelai dapat tumbuh dengan baik dengan produktivitas tinggi. "Menanam kedelai sendiri itu penting tapi alam mengatakan bahwa Indonesia tidak terlalu sesuai, tidak mudah swasembada, sudah pernah dicoba," katanya.
Menurut JK, sama saja bagi petani yang menanam jagung kemudian hasilnya dijual untuk membeli kedelai. JK mengganggap swasembada kedelai sebagai sesuatu yang tidak perlu karena kondisi itu.
Apalagi dia mengatakan, apabila harga kedelai normal, kedelai lokal akan kalah bersaing dengan bahan tempe dan tahu impor itu. Petani lokal lebih memilih untuk menanam padi, jagung, atau buah-buahan daripada kedelai karena keuntungannya lebih besar.
JK mengatakan, AS sebagai produsen utama kedelai sedang mengalami kekeringan. Dampaknya adalah harga kedelai mengalami kenaikan yang berimbas keapda Indonesia. "Perkiraan saya harga tinggi kedelai itu hanya akan berlangsung sekitar 3-4 bulan. Setelah itu akan turun lagi," kata JK.