Selasa 24 Jul 2012 02:03 WIB

Ayo Cegah Penyakit 'Ais-ais', Apaan Tuh?

Rumput laut. ilustrasi
Foto: .
Rumput laut. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG---Pengamat Biokimia Lipida dari Universitas Nusa Cendana Kupang Dr Felix Rebhung mengatakan Dinas Perikanan dan Kelautan perlu mencari formula yang tepat dalam upaya mencegah serangan penyakit "ais-ais" yang menyerang tanaman rumput laut di NTT.

"Ini persoalan mendesak yang perlu segera ditangani oleh Dinas Perikanan dan Kelautan NTT untuk meminimalisir ancaman penyakit tersebut yang berdampak pada turunnya hasil produksi rumput laut," kata Rebhung.

Dosen Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana Kupang mengemukakan pandangannya tersebut terkait serangan penyakit "ais-ais" terhadap tanaman rumput laut di wilayah perairan budidaya Tablolong, Kupang Barat dan di sekitar Teluk Kupang.

Alumnus Universitas Tohoku, Jepang, 1994 itu mengatakan penyakit "ais-ais" yang mengancam usaha budidaya rumput lamput tersebut, karena faktor manusia dan alam.

Faktor manusia, seperti membuang sampah ke laut atau "human eror" yang menyebabkan terjadinya pencemaran seperti meledaknya sumur minyak Montara di Laut Timor pada 21 Agustus 2009.

Sementara, faktor alam seperti persoalan cuaca yang tidak bersahabat (mendung dan hujan rutin) mengakibatkan budidaya rumput laut kurang disinari panas matahari, sehingga menimbulkan bintik dan bercak-bercak putih sampai muncul infeksi sekunder yang menambah sakit tanaman itu dan patah hingga terbawa arus gelombang.

"Saya menduga hancurnya tanaman rumput laut tersebut akibat infeksi sekunder yang menyebabkan batang serta tangkai rumput laut patah, lalu terbawa arus," ujarnya.

Dia mengatakan, meski terjadi penurunan produksi dan harga, petani rumput laut tetap menekuni profesi itu untuk menafkai kelurga dan memenuhi pesanan pelanggan yang selama ini sudah dibina.

Rebhung menyebut produksi rumput laut setelah panen berkisar antara 1.000-1.500 ton, jika tidak ada gangguan penyakit atau pencemaran, tetapi apabila ada serangan penyakit seperti "ais-ais" produksi menurun hingga 500 ton, atau bahkan terus menurun hingga 400 ton sekali panen.

Dia mengatakan harga rumput laut di Kupang berkisar antara Rp 3.500-Rp 4.000/kg atau menurun drastis jika dibandingkan dengan harga yang dipatok sebelum Agustus 2009 atau pascameledaknya sumur minyak Montara di Laut Timor berkisar antara Rp 13 ribu-Rp 15 ribu/kg.

Ia mengatakan hasil dari hilirisasi rumput laut dengan penerapan klaster bisnis, menyimpulkan komoditas rumput laut Indonesia termasuk NTT saat ini, dinilai memiliki peran penting dalam pergerakan kemajuan ekonomi nasional sebagai salah satu primadona ekspor yang mampu menciptakan lapangan kerja khususnya di bidang kelautan dan perikanan.

"Saat ini saja rumput laut jenis "euchema cotoni" telah menjadikan Indonesia sebagai produsen utama dengan menguasai 50 persen produksi rumput laut di dunia," demikian Felix Rebhung.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement