Jumat 13 Jul 2012 18:57 WIB

Jimly: UU No 29/2007 Tentang Pemprov DKI Lex Specialis

Rep: Ahmad Reza Safitri/ Red: Djibril Muhammad
Jimly Asshiddiqie
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Jimly Asshiddiqie

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara, Jimly Asshidiqie, mengatakan, Undang-Undang (UU) Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta bersifat lex specialis atau khusus.

Karenanya, tidak ada pemberlakuan untuk aturan lainnya, seperti  UU No. 12/2008 tentang perubahan kedua UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. "Jadi sudah konstitusional dan diatur UU," ungkap Jimly ketika dihubungi, Jumat (13/7).

Karena adanya aturan tersebut, contoh Jimly, wali kota di Ibu Kota menjadi tidak perlu dipilih. Hal itu jelas berbeda dengan daerah lain yang mesti melakuka pemilihan langsung terlebih dahulu.

Beberapa waktu silam, ungkap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini, seseorang pernah melayangkan permohonan judicial review agar UU Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta untuk diubah. Pemohon, ungkap Jimly, meminta untuk diadakan pemilihan langsung wali kota.

Namun, permohonan uji materiil itu ditolah MK. Alasannya, jelas Jimly, karena UU tersebut sudah konstitusional dan tidak melanggar aturan manapun. Juga karena dalam Pasal 18 B ayat (1) sudah menyatakan, negara memberikan pengakuan dan menghormati satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus dan istimewa. "Jadi Jakarta itu telah diakui dan diatur dalam UU," tegasnya.

Selain itu, Ketua Dewan Kehormatan dan Penyelenggaran Pemilu (DKPP) ini mengatakan, dalam pemilihan gubernur yang diadakan, pasangan calon harus mendapatkan 50 persen plus satu untuk dapat memenangkan ajang lima tahunan tersebut.

Jika tidak, maka proses harus dilanjutkan melalui putaran kedua. Karena itu, Jimly menegaskan bahwa penyelenggaran Pemilukada DKI Jakarta telah sesuai peraturan perundang-undangan.

Ketika ditanya motif di balik permohonan judicial review UU tersebut ke MK, menurut dia setidaknya terdapat tiga hal. Pertama, adalah sebagai pendukung pasangan calon yang memimpin perolehan suara untuk bisa cepat menjadi gubernur. Kedua, adalah manuver pasangan lain untuk memutarbalikkan citra lawannya yang tengah memimpin. "Bisa jadi mencari popularitas," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement