Jumat 13 Jul 2012 16:56 WIB

Ketua MA Nilai Kriminalisasi Hakim Keliru

Ketua Mahkamah Agung terpilih, Hatta Ali, usai penghitungan suara pada pemilihan Ketua MA di Jakarta, Rabu (8/2).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Ketua Mahkamah Agung terpilih, Hatta Ali, usai penghitungan suara pada pemilihan Ketua MA di Jakarta, Rabu (8/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali menilai, pemberian sanksi pidana kepada penegak hukum, terutama hakim adalah upaya yang tidap tepat. Sebab, nilai indepedensi hakim telah dijamin dalam konstitusi.

Pernyataan Hatta itu menyusul pemberlakuan sanksi pidana dalam dua produk perundang-undangan, seperti Undang-Undang (UU) Peradilan Anak dan RUU Mahkamah Agung yang tengah digodok DPR RI. "Kriminalisasi terhadap hakim itu

keliru. Saya tegaskan kalau kekuasaan hakim adalah mandiri dan merdeka," tegas Hatta saat ditemui di kantornya, Jumat (13/7).

Dalam kasus yang dapat terjadi, dia mencontohkan pada RUU MA. Menurut dia, apabila terjadi huru-hara di persidangan setelah putusan, maka hakim yang memperkarakan dapat disidik. "Seandainya kemudian ada yang mengerahkan massa dan terjadi keributan di pengadilan, itu kan berbahaya," ungkap Hatta.

Dampak lain, lanjut dia, seorang hakim menjadi bermain 'aman' setiap menjalankan tugasnya dan mengambil keputusan karena tidak berani mengambil risiko.

Selain itu, dalam contoh yang sama, hakim juga tidak dapat menyimpan UU. Sebab akan terkena sanksi dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 200 miliar. "Itu tidak benar," ujarnya.

Menurut Hatta, tak hanya pihaknya yang mengaku keberatan dengan adanya aturan tersebut. Melainkan juga para akademisi. Itu karena kekuasan kehakiman merupakan kekuasan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan.

Sementara Ketua Muda Pidana Khusus MA, Djoko Sarwoko menjelaskan, nilai kemandirian pada profesi hakim bersifat universal. Itu karena hakim setiap memutus perkara didasari dengan itikad baik. Juga biasa disebut dengan kekebalan personal (imunity life).

Karenanya, lanjut dia, jika seorang hakim dalam memutuskan perkara terancam sanksi pidana, maka dapat menjadikan kemandirian hakim terganggu. "Itu bentuk kriminalisasi namanya," kata Djoko.

sumber : Ahmad Reza Safitri

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement