REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana untuk memanggil sejumlah anggota DPR di Komisi VIII terkait dengan penyidikan kasus korupsi pengadaan Alquran dan pengadaan komputer di Kementerian Agama (Kemenag). "Jika diperlukan akan dipanggil," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di kantornya, Kamis (12/7).
Namun, Johan belum menyebutkan siapa nama-nama di Komisi VIII yang akan dipanggil. Selain itu, Johan juga belum mendapatkan informasi kapan mereka akan dipanggil.
Terkait penyidikan yang sudah menetapkan anggota Komisi VIII DPR, Zulkarnaen Djabar, dan anaknya, Dendy Prasetya sebagai tersangka itu, Johan mengatakan bahwa pada pekan ini pihaknya belum akan memeriksa mereka. Penyidik KPK masih fokus untuk melakukan pemeriksaan saksi-saksi terlebih dahulu. "Tadi saya cek utk ZD dan DP dipastikan pekan ini tak ada pmeriksaan. Penyidik masih fokus pemeriksaan saksi," kata Johan.
Pada perkembangan penyidikan kasus ini, KPK, Kamis (12/7), memeriksa Ketua Gerakan Muda MKGR Fahd Rafiq, yang telah menjadi tersangka pada kasus Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID). Selain itu, KPK juga memeriksa istri Fahd, Ranny Meydiana.
Ranny menolak berkomentar mengenai pemeriksaanya hari ini. Sedangkan Fahd, usai menjalani pemeriksaan, mengatakan bahwa ia banyak dicecar penyidik tentang Zulkarnaen Djabar. Selain itu, ia mengaku dicecar juga oleh penyidik tentang kaitan dengan PT KSAI (Karya Sinergi Alam Indonesia), rekanan Kemenag dalam proyek pengadaan Alquran, di mana Dendy Prasetya disebut-sebut sebagai direktur utamanya.
Fahd mengaku tak pernah menerima proyek dengan PT KSAI. Selain itu, ia juga menegaskan bahwa MKGR tak memiliki kaitan dengan kasus korupsi ini. Namun, ia mengakui bahwa ia merupakan komisaris di PT KSAI. "Komisaris saja," katanya.
Ranny dan Fahd yang berstatus sebagai tersangka di kasus suap Dana Penyesuaian Infrasuktur Daerah (DPID), diduga memiliki kaitan dengan kasus pembahasan anggaran Alquran. Duet Dendy dan Fahd diduga bermain dalam mengatur permainan tender di Kemenag. Seorang pejabat eselon dua dari kementerian itu diduga kuat terlibat.