REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Saling serang di antara partai politik dalam kasus korupsi menciptakan situasi saling sandera di antara partai-partai politik. Alhasil kegelisahan terhadap kasus korupsi bukan lagi berkutat pada aspek dampak kejahatannya yang bisa menyengsarakan rakyat, melainkan pada rusaknya citra partai.
“Sekarang ini korupsi sudah dipolitisasi,” kata Wakil Ketua Komisi III Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Nasir Djamil kepada Republika, Selasa (10/7), di DPR-RI Jakarta.
Kasus korupsi marak di kalangan politisi lantaran tata kelola keuangan partai belum baik. Menurut Nasir peraturan keuangan partai politik sekarang, belum memadai bagi partai politik untuk menjalankan roda kepartaian dari tingkat pusat hingga desa.
Padahal butuh dana besar untuk melakukan aktifitas itu. Selama peraturan keuangan partai politik belum dibenahi, Nasir berasumsi korupsi akan tetap marak di kalangan politisi. “Ironis bila semangat pemberantasan korupsi tidak diikuti pembenahan regulasi keuangan partai politik,” kata Nasir
Nasir mengatakan politik saling serang yang dipertontonkan elite politik bisa membahayakan proses demokrasi Indonesia. Pasalnya masyarakat tidak mendapat pembelajaran politik yang baik dari sikap semacam itu. Kendati demikian Nasir menyatakan, saling serang di antara partai politik belum tentu menciptakan apatisme publik terhadap partai politik.
“Percaya atau tidak masyarakat terhadap partai politik baru bisa dibuktikan saat Pemilu legislatif nanti,” katanya.