REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Juru Bicara dan Koordinator Advokasi Hukum dan Bantuan Litigasi Satgas Penanganan Kasus WNI/TKI di Luar Negeri Yang Terancam Hukuman Mati, Humphrey R Djemat, berpendapat perlu pemikiran serius bagi penghentian sementara atau moratorium pengiriman TKI secara serentak ke Timur Tengah.
Moratorium itu perlu dipertimbangkan sampai adanya pengaturan di hulu yang sudah berjalan baik dan perlindungan hukum diberikan oleh negara-negara di Timur Tengah kepada para TKI.
Siaran pers yang diterima ANTARA di Jakarta, Selasa (3/7), menyebutkan moratorium yang diberlakukan saat ini berdampak dualisme karena di satu sisi menghentikan masuknya TKI secara legal namun jika negara maupun agen tersebut tetap menerima TKI maka mengakibatkan seluruh TKI yang masuk menjadi ilegal.
Kompleksitas permasalahan yang timbul di setiap negara di kawasan tersebut merupakan akibat dari kurangnya persiapan TKI itu sendiri di hulu pada saat sebelum penempatan antara lain tidak adanya kemampuan, ketidakpahaman mengenai hak-hak hukum, dan tidak adanya informasi mengenai karakteristik negara tujuan, kata Humphrey Djemaat.
Menurut dia, jumlah TKI yang cukup banyak berada di tempat penampungan adalah akibat larangan perjalanan karena TKI yang bersangkutan bermasalah dengan majikan, khususnya TKI yang kabur tanpa sebab dari tempat ia bekerja.
"Karena itu perlu adanya pemikiran serius dilakukannya Moratorium secara serentak dan keseluruhan di Timur Tengah," katanya.
Humphrey membuat simpulan tersebut setelah tim Satgas TKI mengunjungi KBRI di Kairo, Amman, Muscat dan Manama beberapa waktu lalu.
Ribuan
Dalam kunjungan tersebut, diperoleh informasi bahwa Mesir bukan negara tujuan penempatan TKI karena merupakan negara yang tidak menerima tenaga kerja asing informal namun menurut informasi terdapat sekitar 1.200 orang TKI di Mesir.
Saat ini terdapat 20 orang TKI di penampunga) KBRI Kairo, dan setiap tahun KBRI Kairo telah memulangkan sekitar 80 orang TKI. Namun jumlah TKI baru yang masuk ke penampungan selalu bertambah sesuai dengan jumlah yang telah dipulangkan.
"Moratorium telah diberlakukan di Yordania namun pemberlakuan "visa on arrival" cukup mengganggu efektivitas moratorium tersebut karena TKI tetap berdatangan ke Yordania dan seluruhnya menjadi ilegal," katanya.
Saat ini di penampungan KBRI Amman terdapat 340 orang TKI yang bermasalah antara lain mayoritas karena masalah penyiksaan dan gaji tidak dibayar.
Jumlah ini sangat banyak sehingga menimbulkan masalah baru di penampungan itu sendiri antara lain tekanan psikis maupun fisik, penyakit seperti hepatitis, TBC bahkan HIV, timbulnya hubungan sesama jenis, isu-isu dari penyusup yang menimbulkan keresahan bagi TKI, bahkan pernah terjadi kematian akibat terjatuh/bunuh diri.
Tidak dapat dipastikan jumlah TKI di Yordania namun diperkirakan terdapat sekitar 30.000 orang TKI. Untuk itu sensus oleh KBRI Amman akan dilakukan pada 17 Agustus 2012.
Agen Lokal
Para agen lokal yang menyalurkan TKI di Yordania memiliki hubungan baik dengan Pemerintah Yordania khususnya di Kementerian Dalam Negeri dan Kedutaan Besar Yordania di Jakarta, sehingga masuknya TKI di Yordania sulit dihentikan.
TKI yang terdapat di Oman saat ini berjumlah sekitar 29.000 orang, KBRI Muscat telah memulangkan 162 orang TKI dan saat ini yang berada di penampungan sejumlah 37 orang.
"Serupa seperti negara Timur Tengah lain, tidak ada regulasi perlindungan hukum terhadap domestic worker di Oman. Namun sejauh ini tidak pernah ada WNI/TKI yang terancam hukuman mati di negara itu," kata Humphrey.
Kebanyakan TKI yang masuk ke Oman dilakukan melalui Uni Emirat Arab, dan KBRI Muscat telah mencoba melakukan komunikasi penanganan masalah ini dengan pihak Uni Emirat Arab namun tidak berhasil dan cenderung terjadi perdagangan manusia terhadap TKI di pinggiran Oman.
Jumlah WNI di Bahrain saat ini sebanyak 12.395 orang. Ini merupakan peningkatan dari tahun lalu yang hanya berjumlah sekitar 9.000 orang.
Peningkatan jumlah TKI di Bahrain antara lain akibat dari berlakunya moratorium di Arab Saudi, namun regulasi yang berlaku di Bahrain memudahkan KBRI karena setiap Perjanjian Kerja Tenaga Kerja Asing di Bahrain harus didaftar di Kedutaan Besar masing-masing, sehingga saat ini terdaftar 3.000 Perjanjian Kerja bagi TKI di Bahrain.
Dampak lain dari moratorium Arab Saudi adalah TKI yang hendak menuju ke Arab Saudi masuk melalui Bahrain, dan keimigrasian Bahrain tidak dapat mencegah hal ini selama sponsor TKI tersebut telah memenuhi peraturan yang berlaku di Bahrain.
"Saat ini penampungan di KBRI Manama menampung 27 orang TKI bermasalah, yang sumber masalahnya adalah gaji tidak dibayar dan ketidaksiapan mental para TKI tersebut sehingga kabur dari rumah majikan," kata Humphrey.