REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perang di tubuh Partai Demokrat semakin terbuka. Hal ini terlihat dari silang pendapat terbuka antarelite Demokrat di berbagai media massa soal posisi Anas Urbaningrum. “Ini medan pertempuran yang semakin terbuka,” kata pengamat politik Universitas Gadjah Mada, Ary Dwipayana, Ahad (24/6).
Ary mengatakan, saat ini semakin terlihat jelas kubu yang masih mendukung Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dengan yang bukan. Ary melanjutkan, polemik di Demokrat bukan lagi sekadar wacana. Lebih jauh, hal itu menunjukan sedang berlangsungnya perebutan legitimasi masing-masing pihak terhadap partai. Muaranya, imbuh Ary, adalah momentum politik Pemilu 2014. “Menjelang Pemilu reputasi dan legitimasi Anas akan terus diganggu,” ujar Ary.
Perlawanan yang dilakukan kubu Anas menurut Ary merupakan hal wajar. Sebab bagi Anas pertarungan ini merupakan upaya mempertarhankan legitimasi Anas sebagai Ketua Umum sekaligus politisi. Bila Anas kalah, maka dapat dipastikan karir politiknya akan selesai. Selain itu perlawanan yang dilakukan Anas menunjukan bahwa dia ingin mengeluarkan partai dari bayang-bayang SBY.
Kisruh berlarut dalam tubuh Partai Demokrat menunjukan partai ini gagal berkembang menjadi partai moderen. Para elit tidak mampu mengorganisir konflik. Kegagalan ini menurut Ary karena masih banyak kader Demorat yang mengandalkan figur SBY di dalam penyelesaian konflik. Padahal konflik semestinya diselesaikan berdasarkan mekanisme dan aturan yang ada di dalam partai.
Kegagalan elite Partai Demokrat memanajemen konflik mereka akan berdampak buruk terhadap popularitas partai. Masyarakat akan melihat Partai Demokrat lebih asyik mempertontonkan konflik, ketimbang bekerja bagi kepentingan masyarakat.