Kamis 21 Jun 2012 16:55 WIB

Muhammadiyah Prihatin Indonesia Termasuk Negara Gagal

Din Syamsudin
Din Syamsudin

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din Syamsudin mengaku prihatin dengan capaian Indonesia yang masuk dalam daftar negara gagal urutan ke-62 versi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). Menurut Din, selangkah lagi Indonesia menjadi negara gagal.

"Baru saja kemarin PBB merilis negara-negara gagal, dan peringkat Indonesia semakin maju menjadi negara gagal. Dulunya 63 sekarang jadi 62, tinggal satu langkah lagi menjadi negara gagal. Dan ini harus kita prihatinkan sementara sebelumnya sudah terjadi penumpukan berbagai masalah yang saya kira publik sudah tahu ada masalah ini lah dan itu," kata Din Syamsudin di Gedung Merdeka, Kota Bandung, Kamis (21/6).

Din berpendapat, beberapa hal yang menyebabkan Indonesia masuk dalam daftar negara gagal ialah adanya ketidakmerataan dalam distribusi kekayaaan negara, merajarelanya korupsi, pengusaan negara oleh segelintir orang/pihak tertentu. (baca: Indonesia di Ambang Kehancuran)

"Harus kita akui bahwa banyak masalah di tubuh bangsa ini, kalau pun kita tidak menutup mata terhadap kemajuan perbaikan yang telah dilakukan. Tetapi kita juga tidak boleh menutup mata terhadap permasalahan-permasalahan yang ada di bangsa ini," ujar Din.

Menyikapi survei tersebut, kata Din, Muhammadiyah yang saat ini sedang melaksanakan Tanwir Muhammadiyah di Kota Bandung, ingin menjadi sebagai bagian dari bangsa Indonesia ingin menjadi bagian pemecah masalah tersebut. "Muhammadiyah bukan berwatak mengeluh tapi ingin jadi atau tampil sebagai problem solver. Sesuai watak Muhammadiyah sebagai gerakan pencerahan, membebaskan, mencerahkan dan memajukan masyarakat," kata Din seraya menyebut salah satu tujuan pelaksanaan Tanwir Muhammadiyah adalah ingin turut serta atau menjadi problem solver terhadap bangsa ini.

Sebelumnya sebuah lembaga nirlaba international, 'The Fund for Peace' dalam situs resminya meletakan Indonesia di urutan ke 63 dari 178 negara sebagai negara gagal. Dalam survei The Fund for Peace menggunakan indikator hukum, politik, ekonomi, sosial, dan HAM.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement