REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan masih mendeteksi maraknya aliran dana mencurigakan melalui travelerscheque. Wakil Kepala PPATK, Agus Santoso, menjelaskan cek perjalanan tersebut ditengarai sebagai modus untuk suap atau gratifikasi.
Berdasarkan pengamatan terhadap laporan-laporan yang diterima PPATK, cek perjalanan tersebut biasanya bernominal besar. "Yaitu Rp 25 juta ke atas per lembarnya, digunakan untuk suap atau gratifikasi,"ungkap Agus kepada republika, Kamis (21/6).
Terdapat beberapa indikasi ketika TC tersebut menjadi wahana untuk gratifikasi. Yakni, profil keuangan pelaku transaksi yang melakukan pencairan tidak sesuai dengan kebutuhan. Sebagai contoh, ada pengemudi mencairkan TC di atas Rp100juta. Menurutnya, transaksi seperti ini harus diidentifikasi oleh bank sebagai transaksi mencurigakan sehingga wajib dilaporkan ke PPATK.
Menurutnya, cek Perjalanan sebenarnya bertujuan untuk memudahkan pelancong sebagai pengganti uang tunai. Sehingga, patut dipertanyakan jika ada TC yang dicairkan hingga puluhan bahkan ratusan juta rupiah."Apa iya, seorang pelancong butuh uang tunai ratusan juta? Tentu ini patut ditengarai ada motif yg tidak beres", kata Agus.
Oleh karena itu, tuturnya, petugas bank harus punya kecurigaan bila ada pihak pemesan lembaran cek perjalanan bernominal besar,misalnya Rp25 juta ke atas. TC ini biasanya dipesan dan dibeli dalam jumlah besar, misal ratusan juta.
Agus mengungkapkan hal tersebut patut didalami dengan prinsip KYC (Know Your Customer) atau proses pengenalan nasabah dan Proses Pendalaman (CDD atau Costumer Due Dilligent)