REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan sebagian permohonan dari pemohon Yusril Ihza Mahendra terkait UU Nomor 6/2011 tentang Keimigrasian pada Rabu (20/6) ini. Dengan demikian proses pencegahan kepada tersangka, terdakwa dan terpidana hanya dapat diperpanjang satu kali dan tidak dapat diperpanjang terus-menerus.
Pihak Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM mengatakan akan melaksanakan putusan MK tersebut. "Secara administratif tidak ada pengaruh, kami hanya melaksanakan saja permintaan itu. Keputusan MK itu harus dipatuhi," kata Kepala Bagian Humas dan Tata Usaha Ditjen Imigrasi Kemenkum HAM, Maryoto Sumadi saat dihubungi wartawan, Rabu (20/6).
Maryoto menambahkan proses pencegahan merupakan wewenang lima instansi penegak hukum yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri, Kejaksaan Agung, Menteri Keuangan dan Badan Narkotika Nasional (BNN). Sedangkan pihak imigrasi sifatnya pelaksana dari permintaan pencegahan dari lima instansi tersebut.
Sebelum putusan MK tersebut, tambahnya, pencegahan seseorang selama enam bulan, dapat diperpanjang paling lama enam bulan dan dapat diperpanjang tanpa batasan waktu. Dengan adanya putusan MK ini, lima instansi tersebut tidak dapat lagi memperpanjang status pencegahan lebih dari satu kali.
"Peraturan pemerintah sendiri kan masih belum selesai, masih rancangan. Kita tinggal menyesuaikannya saja," tegasnya.
Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan sebagian permohonan dari pemohon Yusril Ihza Mahendra dengan menyatakan bahwa frase 'setiap kali' dalam pasal 97 ayat (1) UU Nomor 6/2011 tentang keimigrasian tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Sehingga normanya menjadi berbunyi 'Jangka waktu pencegahan berlaku paling lama enam bulan dan dapat diperpanjang paling lama enam bulan'.