REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi III DPR, Gede Pasek Suardika memandang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menjadi institusi penegakan hukum laiknya seperti infotainment. Yaitu, penegakan hukum yang hingar bingar sementara hasilnya nihil.
''Seperti sekarang jadinya, seolah-olah penegakan hukumnya tidak substansial. Kalau substansial itu yang besar-besar, yang fundamental. Bisa memasukkan pendapatan negara yang besar, perilaku yang berubah. Itu seharusnya. Kalau sadap, tangkap, puluhan juta itu kan polsek kasih peralatan itu saja juga bisa,'' kritik Pasek di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (20/6).
Kasus yang dimaksud Pasek yaitu yang nilainya triliunan rupiah dan memerlukan investigasi yang lebih mendalam serta melibatkan peralatan canggih yang memang sudah diberikan negara. Alih-aih, KPK dinilai lebih banyak hingar bingarnya.
KPK, masih kata Pasek, baru menjadi hebat jika bisa berhasil membongkar kasus yang nilainya triliunan rupiah. Antara lain, di kasus pajak, tambang, dan penggelapan subsidi BBM. Jadi, menghentikan korupsi di bagian hulu. Dengan begitu, pendapatan APBN bisa meningkat. Uang negara yang diambil koruptor bisa dikembalikan ke kas negara.
Politisi asal Bali itu mencontohkan kasus Gayus Tambunan yang dikatakannya bisa menjadi pintu untuk kasus lainnya. Antara lain, kasus BLBI yang nilainya sekitar Rp 600 triliun.
Selain itu, Pasek juga mencontohkan kasus yang dihadapi mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin. Menurutnya, pengusutan kasus Nazaruddin juga menjadi penting.
Bukan hanya untuk dapat mengungkap dakwaan korupsi sebesar Rp 8,6 miliar. Melainkan juga menjadi kunci pembuka untuk aktor intelektual yang ada di belakang Nazaruddin. Termasuk nilai korupsi yang belum terungkap yang ia duga mencapai triliunan rupiah.
''Hambalang silakan kalau terbukti diungkap. Kalau tidak terbukti ditutup, jangan dibiarkan di area infotainment itu, nanti susah. Beritanya besar, penegakan hukumnya tida seberapa,'' pungkas Ketua DPP Partai Demokrat tersebut.