REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR - General Manager PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III Cabang Benoa Iwan Sabatini mengemukakan bahwa pengiriman barang di Bali yang cenderung melalui darat sangat mengkhawatirkan. Pengangkutan itu dinilai mengganggu citra pariwisata.
Iwan Sabatini di Denpasar, Rabu (6/5) mengatakan, angkutan barang melalui darat diperkirakan akan semakin meningkat di Pulau Dewata ini dan hal tersebut akan membuat kemacetan sehingga membuat wisatawan tidak nyaman. Menurut dia, perusahan pelayaran sejak Februari 2012 telah memberlakukan BBM solar industri non-subsidi, sedangkan untuk angkutan darat masih menikmati BBM subsidi.
"Angkutan barang dari dan ke Bali memang diperbolehkan melalui laut maupun darat. Para eksportir dan importir pastinya akan memilih mana yang lebih murah dan cepat untuk menekan biaya," katanya.
Berdasarkan data terakhir Pelindo III, trailer angkutan barang dengan peti kemas yang melalui darat periode April 2012 mencapai 587 trailer. Angka tersebut mengalami peningkatan setiap bulannya, yakni Januari sebanyak 445 trailer, Februari 504 trailer dan Maret sebanyak 561 trailer.
Peti kemas yang diangkut oleh trailer makin menambah kemacetan lalu lintas hingga berujung pada tingginya angka kecelakaan sepanjang Gilimanuk menuju Denpasar. Sebab, jalur niaga di Bali secara keseluruhan masih melalui Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya.
"Apalagi sekarang muncul model angkutan barang dengan mengunakan 'Wing-Boks' angkutan barang dengan ukuran setara peti kemas di atas chasis yang dapat dilepas dengan 'head truck'," katanya.
Menurut dia, jumlah "Wing-Box" lebih banyak lagi, namun ironisnya pengusaha angkutan darat bukan dari pengusaha Bali, karena diisi dari Surabaya oleh angkutan Jawa Timur dan kosong dibawa kembali.
Ia mengatakan jika dilihat total pengangkutan antara laut dan darat selisihnya tidak banyak, yaitu bila melalui darat rata-rata sekitar Rp4,1 juta dan melalui laut Rp4,5 juta.
Saat ini angkutan barang melalui kapal laut oleh PT Pelayanan Nasional Meratus makin menurun, sehingga frekuensi pengangkutan kapal empat hari sekali dari sebelumnya dua kali sepekan. "Ini sebagai upaya penekanan biaya angkutan barang melalui kapal yang tidak terelakan," ucapnya.
Sementara Ketua Gapeksi Bali,Ir Bagus John Sujayana, menilai, jika kondisi ini dibiarkan maka akan berdampak spiral negatif, yaitu angkutan barang melalui darat makin banyak, volume angkutan barang melalui laut makin menurun. Margin kerugian pihak pelayanan juga makin besar, sehingga berpotensi menutup trayek kapal ke Pelabuhan Benoa.
"Semua angkutan barang melalui darat akan berlipat ganda. Kepadatan jalur darat pun makin parah dengan kondisi jalan yang tetap seperti saat ini," ucapnya. Akibat dari padatnya angkutan trailer yang melalui jalur darat, kemacetan Bali akan makin parah, akses jalan makin cepat rusak, sehingga akan mengurangi dana APBD Bali. Selain itu nilai barang dari Pulau Dewata juga makin tidak kompetitif.
"Jika angkutan barang melalui laut dapat dioptimalkan dengan didukung regulasi tepat guna, maka nilai harga produk atau barang di Bali lebih murah dan pengunaan BBM subsidi dapat digunakan oleh sarana transportasi massa yang sesuai kelayakan pemberian subsidi," katanya.