Jumat 01 Jun 2012 11:30 WIB

Wapres: Pasca-Reformasi 1998, Persoalan Kita tak Berkurang

Rep: Esthi Maharani/ Red: Djibril Muhammad
BANDA ACEH, 13/4 - FUNGSIKAN EWS. Wapres Boediono memberikan arahan pada pertemuan dengan muspida Aceh di Banda Aceh, Jumat (13/4). Wapres meminta pihak terkait memfungsikan Early Warning System (EWS) tsunami di Aceh, menata kembali jalur evakuasi
BANDA ACEH, 13/4 - FUNGSIKAN EWS. Wapres Boediono memberikan arahan pada pertemuan dengan muspida Aceh di Banda Aceh, Jumat (13/4). Wapres meminta pihak terkait memfungsikan Early Warning System (EWS) tsunami di Aceh, menata kembali jalur evakuasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dalam peringatan Hari Pidato Bung Karno, Wakil Presiden, Boediono menyatakan pengalaman telah mengajarkan satu hal penting. Yakni setiap perubahan, bahkan yang diniatkan untuk kebaikan dan perbaikan, tidak pernah berhasil sempurna. Bahkan selalu menimbulkan cacat dan persoalan baru.

Maka, dari kondisi itu, ia menilai, Indonesia tidak perlu menyembunyikan kenyataan bahwa setelah Reformasi 1998, persoalan yang ada tidak berkurang.

"Kita bukan saja menghadapi masalah korupsi yang sudah bertahun-tahun menjadi kanker dalam tubuh Republik dan baru saja mulai kita perangi dengan susah payah, kita juga masih harus meningkatkan mutu demokrasi kita," katanya saat memberikan pidato di Gedung Nusantara IV, Kompleks Gedung MPR/DPR/DPD.

Ia mengatakan Indonesia masih tertinggal dalam membangun politik yang tidak dikuasai uang. Tak hanya itu, masih harus pula mengukuhkan media yang bebas dari ancaman kekerasan dan dari kekuasaan modal. Tidak kalah penting, lanjutnya, Indonesia masih harus belajar banyak untuk mengelola perbedaan dan konflik antara sesama kita, yang tidak jarang berbentuk kekerasan dan pengrusakan.

"Terutama tentang yang terakhir saya sebut itu, kita semua harus tergerak untuk mengatasinya," katanya.

Menurutnya, bukan hal yang baru, bila sebuah negeri dengan mudah terkoyak-koyak oleh perang saudara karena alasan kedaerahan, kesukuan atau agama. Hal ini terjadi pada Yugoslavia yang pecah dan runtuh. Negara tersebut mengalami tragedi besar, karena disertai kekejaman terhadap kaum minoritas, kaum Muslimin Bosnia. Begitu pula yang terjadi di Afrika dan Timur Tengah.

Dari contoh tersebut, ia kembali teringat ucapan Bung Karno pada 1 Juni 1945. Kala itu, Bung Karno mengatakan 'dalam perbedaan-perbedaan yang ada pada kita, kita perlu mencari 'modus' bersama.' "Dan beliau menemukan bahwa modus itu ada dalam kebangsaan kita. Hari ini modus itu telah kita dapatkan. Tetapi itu tidak cukup. Kita perlu selalu merawat dan memperkuatnya," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement