REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Permintaan dana penyelenggaraan Pemilu 2014 sebesar Rp 16,2 triliun oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) menuai sorotan. Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti mengkritisinya. "Dana tersebut jauh lebih banyak dari dana Pemilu 2009 yang kira-kira hanya menghabiskan Rp 7 triliun," ujar Ray, Kamis (31/5).
Ray mengaku tak habis pikir faktor apa yang membuat anggaran dana Pemilu 2014 menjadi membengkak. "Dengan dana sebesar itu, apakah pemilu akan jauh lebih baik? Dan tak kalah pentingnya dana itu apakah dengan sendirinya menghilangkan kebiasaan KPU untuk selalu menerima dana asing," tanyanya.
Untuk menjawab pertanyaan pertama, sambung dia, dibutuhkan transparansi. Apa saja faktor yang membuat dana pemilu bisa menjadi dua kali lipat dari dana Pemilu 2009. "Komponen mana yang berat dan akibatnya mahal. Apakah komponen itu bersifat wajib atau hanya penunjang, dan sebagainya," katanya.
Oleh karena itu, kewajiban terbuka menjadi sarat utama untuk melihat apakah dana itu realistis dan rasional. Keterbukaan, menurut dia, juga penting untuk mengukur faktor kedua. "Apakah dengan dana itu pemilu jauh lebih baik. Khususnya yang terkait dengan pendataan dan penetapan daftar pemilih, sosialisasi, pemungutan dan penetapan hasil pemilu serta penanganan kasus-kasus pemilu, khususnya yang terkait dengan pidana pemilu," ungkapnya.
Ray menambahkan, yang lebih mencengangkan adalah dangan pengajuan dana sebesar itu, terlihat belum ada sikap tegas dari KPU untuk terkait dana dari negara atau lembaga asing terkait dengan pengelolaan tahapan pemilu. Dengan dana sebesar itu, kata dia, tampaknya sudah lebih dari cukup untuk mengelola pemilu dengan dana dalam negeri.