Rabu 23 May 2012 15:53 WIB

Yusril: Grasi untuk Corby Bertentangan dengan Hukum

Rep: Bilal Ramadhan/ Red: Djibril Muhammad
Yusril Ihza Mahendra
Yusril Ihza Mahendra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Grasi atau pengampunan dengan mengurangi hukuman pidana selama lima tahun yang diberikan untuk terpidana narkotika internasional, Schapelle Leigh Corby, menuai kecaman publik. Salah satunya pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra yang menganggap grasi tersebut melanggar hukum.

"Langkah Presiden memberikan grasi itu bertentangan dengan kebijakan pengetatan atau moratorium pemberian remisi kepada napi korupsi, narkotika, terorisme dan kejahatan transnasional sebagaimana diatur PP Nomor 28/2006," kata Yusril Ihza Mahendra dalam rilisnya kepada para wartawan, Rabu (23/5).

Yusril menambahkan grasi yang diberikan SBY kepada Corby bukanlah langkah yang bijak dalam pemberantasan narkotika di Indonesia. Bahkan dalam sejarah di Indonesia, ini merupakan kali pertama seorang presiden memberikan grasi untuk Corby, bahkan selama lima tahun. Selama ini, Corby hanya mendapatkan sejumlah remisi dari pemerintah Indonesia.

Remisi diberikan kepada napi karena kelakuan baiknya selama menjalani pidana. Jadi semacam imbalan atas perubahan sikap napi. Sementara grasi adalah pengampunan yang diberikan atas dasar belas kasihan oleh seorang Kepala Negara.

Ia pun mengisahkan saat dirinya menjabat sebagai Menteri Kehakiman, Presiden Prancis, Francois Mitterand meminta agar presiden memberikan grasi kepada napi narkotika asal negara itu. Namun ia dengan tegas menolaknya dan mengatakan Presiden RI belum pernah memberikan grasi dalam kasus narkotika.

"Saya heran, mengapa Presiden RI begitu lemah menghadapi permintaan Pemerintah Australia sehingga dengan mudahnya mengampuni napi narkotika yang dapat memberikan dampak buruk bagi harkat dan martabat bangsa," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement