Selasa 22 May 2012 22:03 WIB

LIPI: Alur Peringatan Dini Tsunami Harus Dimatangkan

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG - Peneliti dari Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Eko Yulianto menilai, alur peringatan tsunami harus lebih dimatangkan karena ditemukan beberapa permasalahan pada kejadian gempa 11 April 2012.

Pentingnya pematangan alur peringatkan dini itu agar informasi sampai ke masyarakat dengan lebih cepat, kata Ketua Tim Peneliti Kaji Cepat Lapangan Gempa Bumi Padang-Aceh itu kepada wartawan di Padang, Selasa (22/5).

Menurut dia, permasalahan yang ditemukan di antaranya bahwa alur peringatan dini dari BPBD provinsi lebih lama dibandingkan dari sistem peringatan dini dari BPBD Padang.

Semestinya BPBD Kota Padang mendapatkan informasi dari BPBD provinsi dan bukan sebaliknya, makanya perlu ada Standar Operasional Prosedur (SOP) sehingga penyebaran informasi cepat ke masyarakat.

Kemudian permasalahan lainnya ditemukan pada masyarakat yang dekat dengan pusat gempa, dimana masih banyak disalahpersepsikan terkait bunyi alarm.

Kemudian, katanya, salah pemahaman dalam pemaknaan dari bunyi alarm peringatan dini, dimana kebanyakan masyarakat di Padang dan Aceh menyatakan tsunami telah terjadi.

Padahal bunyi alarm bukan karena sensor otomatis oleh tsunami, akan tetapi sengaja dipencet petugas agar masyarakat mengevakuasi diri, karena ada kemungkinan terjadi dan belum tentu juga terjadi.

Namun selalau saja terjadi salah pemahaman atas peringatan dini itu, sehingga masyarakat terlihat bertambah panik pada beberapa tempat.

Eko mengungkapkan, juga ada persepsi masyarakat tentang shelter (gedung tempat evakuasi) dimana mereka meragukan kekuatan gedung yang dijadikan tempat evakuasi.

Misalnya tanggapan masyarakat di Aceh karena belum teruji, sehingga dari banyak shelter hanya satu unit yang dijadikan sasaran tempat evakuasi.

Persepsi yang sama juga terjadi di masyarakat Padang, dimana semula ada gedung yang ditunjuk sebagai shelter, tetapi akibat gempa 2009 mengalami retak-retak, dampaknya mereka tidak punya kepercayaan menempatinya.

Kondisi itu membuat masyarakat mengambil keputusan untuk menyelamatkan diri sejauh-jauhnya ke tempat ketinggian. "Hasil penelitian, bahwa persepsi masyarakat Padang dan Aceh tentang tempat yang aman sama, di mana menuju ke tempat ketinggian. Akibatnya menimbulkan jalan-jalan macet," ujarnya.

Kemudian banyak masyarakat yang membawa mobil saat evakuasi. Bagi masyarakat perkotaan mobil merupakan suatu investasi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement