Jumat 11 May 2012 16:02 WIB

TKI Mengaku Disiksa di Singapura, tapi tak Bisa Pulang

Rep: Eko Widiyanto / Red: Djibril Muhammad
Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
Foto: Antara/Ismar
Tenaga Kerja Indonesia (TKI)

REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO - Nadar (52) warga Kelurahan Kober Kecamatan Purwokerto Barat Kabupaten Banyumas, mengaku sangat sedih sekaligus bingung dengan nasib yang dialami anaknya, Yuli Yanti (24). Di hadapan anggora Komisi D DPRD kabupaten setempat, Jumat (11/5), Nadar meminta tolong agar anggota dewan membantu pemulangan anaknya yang kini bekerja sebagai tenaga kerja wanita (TKW) di Singapura.

"Saya minta tolong pada anggota dewan agar membantu pemulangan anak saya. Saya bingung, tak bisa berbuat apa-apa untuk membawa anak saya pulang," jelasnya dengan suara tersendat.   

Dia mengaku, sejak anaknya bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah seorang warga Singapura, pada Januari 2012 lalu, anaknya kerap menelpon sambil menangis. Anaknya itu mengaku majikannya sangat galak. Selain sering dimarahi, jika melakukan kesalahan sedikit saja, anaknya sering dipukul.

"Dalam teleponnya, anak saya minta dipulangkan. Saya bingung, bagaimana memulangkan anak saya itu," katanya.

Terakhir, anaknya menelpon lagi sambil menangis dan mengaku habis dipukul gara-gara dianggap tidak bersih saat menyapu rumah. Mendapat pengaduan anaknya itu, Nadar minta anaknya itu kabur dari rumah majikannnya dan melapor ke agen TKI di Singapura.

Di Tanah Air, Nadar sendiri kemudian menemui Warko, perwakilan perusahaan yang memberangkatkan anaknya di Purwokerto, PT Dafa Putra Jaya. Pada orang tersebut, dia meminta anaknya segera dipulangkan ke Tanah Air. Namun sejauh ini, perusahaan yang memberangkatkan anaknya tersebut belum juga memulangkan.

Kepada anggota Komisi D DPRD yang dipimpim ketuanya, dr Budhi Setiyawan, Nadar menjelaskan, Yuli berangkat ke Singapura pada Januari 2012. Dia berangkat dari rumah pada November 2011 lalu, namun diinapkan di penampungan PJTKI PT Dafa Putra Jaya di Jl Muradi No 58, Kalibanteng, Semarang Barat, selama dua bulan. 

Dalam perjanjian kontraknya, Yuli akan bekerja di Singapura selama 2 tahun, sedangkan biaya pemberangkatan dibayar Yuli melalui potongan gaji sebagai TKW selama 8 bulan. Nadar juga menyebutkan, selama bekerja di Singapura, Yuli belum pernah sekalipun mengirimkan uang gaji untuk keluarganya.

"Ketika saya menyampaikan masalah anak saya ini pada pihak perusahaan, semula wakil dari perusahaan itu minta agar masalahnya diselesaikan secara kekeluargaan. Bahkan Warko meminta Yuli tetap berada di Singapura, dan akan dicarikan majikan lain. Tetapi saya takut terjadi apa-apa dengan anak saya, sehingga saya tetap minta anak saya dipulangkan," jelasnya.

Perwakilan PT Dafa Putra Jaya, Warko, yang juga diundang Komisi D, mengaku perusahaannya sudah berupaya memulangkan Yuli. "Tapi untuk memulangkan TKI yang belum selesai kontrak, urusannya cukup berbelit. Tapi Dirut perusahaan saya, sudah berjanji Yuli sudah akan tiba di Tanah Air dalam waktu 10 hari ke depan," jelasnya.

Soal Yuli yang kabarnya disiksa majikannya, Warjo membantah hal itu. "Setahu saya, Yuli minta pulang karena tidak betah dan ada masalah keluarga," tambahnya.

Namun ketika ditanya alamat majikan tempat Yuli bekerja, Warko mengaku tidak tahu pasti. Demikian juga saat anggota Komisi D, Danan Setiyanto, menanyakan asuransi untuk Yuli.

Sementara itu, Agus Widodo dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Banyumas yang juga diundang Komisi D mengungkapkan, berdasarkan data yang ada, Yuli Yanti berangkat ke Singapura melalui PJTKI yang resmi.

"Pemberangkatannya juga sudah sesuai prosedur. Sejak ada laporan yang masuk, saya sudah minta agar PJTKI memprioritaskan keamanan Yuli. Tapi soal ada penyiksaan atau tidak, kita masih perlu bukti visum dan lain-lain," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement