Senin 30 Apr 2012 17:02 WIB

Hadiri HUT Kemerdekaan Israel, Ini Penjelasan Ferry Mursidan

Rep: Gita Amanda/ Red: Heri Ruslan
Ferry Mursidan
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Ferry Mursidan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wajah Ferry Mursyidan Baldan tampak tertangkap kamera saat menghadiri Peringatan Hari Kemerdekaan Israel di gedung School of the Arts, Singapura, Kamis (26/4) lalu. Dalam foto yang dimuat laman Merdeka.com, mantan ketua umum PB HMI periode 1990-1992 itu menghadiri acara tersebut didampingi sang istri.

Kepada Republika Online (ROL), Ferry mengakui bahwa dirinya bersama istri memang menghadiri acara Peringatan Hari Kemerdekaan Israel. Menurut dia, ia hanya sebatas memenuhi undangan. Mantan anggota DPR RI itu menyatakan dirinya terbiasa membuka hubungan komunikasi dengan siapa pun termasuk dengan Israel.

Menurut Ferry, menghadiri undangan peringatan Hari Kemerdekaan Israel oleh Kedutaan Besar Israel di Singapura merupakan hal yang lumrah dan tanpa maksud apa pun. ''Itu undangan pribadi yang dikirim resmi oleh dubes Israel. Buat saya lumrah ya, saya biasa membina komunikasi dengan siapa saja," ujarnya saat dihubungi ROL Senin (30/4).

Kehadirannya dalam acara tersebut, kata dia, sebatas membina hubungan baik dan komunikasi dengan kolega. Ia mencontohkan, dirinya bahkan juga sering berkomunikasi dengan beberapa kawan dari Taiwan, FPI, GAM, Thailand Selatan, Selandia Baru, hingga Vatikan. Menurutnya sebagai politisi yang memiliki latar belakang di bidang Hubungan Internasional adalah wajar menjalin komunikasi dengan siapa pun.

Ia mengaku tak khusus membicarakan rencana Israel membuka hubungan diplomatik dengan Indonesia. Namun, dalam pembicaraan ringan dengan duta besar Israel malam itu, kata Ferry, dirinya menyampaikan pandangan mengenai keberpihakan Indonesia pada Palestina.

"Mereka tahu kok mengenai keberpihakan kita pada Palestina," kata Ferry. Namun Ferry sekali lagi membantah dirinya memiliki tujuan khusus saat menghadiri acara tersebut. Ia menyampaikan dirinya perlu membuka komunikasi dengan siapa pun, tanpa perlu melihat posisi Indonesia.

Ferry menegaskan, ia hanya membuka komunikasi dengan berbagai pihak. Acara yang diselenggarakan hari itu pun menurutnya cukup sederhana. Dibuka dengan pidato sambutan, salah satunya oleh duta besar Israel dan diakhiri dengan acara santai yakni coctail.

Pada saat acara coctail, Ia bahkan sempat menyampaikan pada duta besar Israel untuk mengubah mindset Israel terhadap Palestina. Namun ia menambahkan, Indonesia pun harus mengubah mindsetnya. Sebab Indonesia bukanlah negara yang anti pada etnis atau agama tertentu. Dalam berbicara hubungan diplomatik, menurut Ferry, harus dilihat juga aspek kemanusiaan di dalamnya.

Apa yang terjadi selama ini, menurut Ferry, juga merupakan hubungan sebab akibat. Seperti Indonesia yang tak mengakui Israel sebagai negara, tentu ada alasan juga mengapa Israel tak mengakui Palestina sebagai negara.

Padahal, kata dia, inti dari sebuah negara adalah adanya pengakuan pada sekelompok manusia, civilization, dan komunitas. Yang selama ini salah dalam posisi Israel menurutnya adalah, Israel menjadi penentu sebuah negara boleh berdiri atau tidak.

"Kalau perselisihan di mana saja kita bisa temui kok. Toh, dengan Malaysia yang satu rumpun saja kita bisa berselisih. Intinya mengubah mindset," kata Ferry.

Mengecam

Kehadiran sejumlah tokoh asal Indonesia dalam acara itu mengundang kecaman dari Joserizal Jurnalis. Pendiri organisasi kemanusiaan Medical Emergency Rescue Committe (MER-C) itu mengutuk keras tindakan sejumlah tokoh dari Indonesia yang menghadiri acara tersebut. ''Mereka telah melanggar konstitusi negara Indonesia,'' ujar Joserizal kepada Republika Online, Senin (30/4).

Tak cuma itu, Joserizal juga menganggap tokoh Indonesia yang menghadiri acara kemerdekaan Zionis Israel itu sebagai sebagai penghianat bangsa.

"Mereka jelas-jelas melanggar konstitusi. Mereka adalah bagian dari penghianat bangsa!" ujar Joserizal. Menurut dia, berdasarkan  pembukaan Undang undang Dasar Negara 1945 menyatakan, ''Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.''

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement