Jumat 27 Apr 2012 18:23 WIB

Menanti 'Nasib' Wamen di Ujung Palu Hakim MK

Rep: Ahmad Reza S/ Red: Djibril Muhammad
Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi
Foto: /Prasetyo Utomo/Antara
Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Persidangan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2008 Pasal 10 tentang Kementerian Negara yang mengatur pengangkatan wakil menteri (wamen) telah selesai disidangkan di Mahkamah Konstitusi (MK). Kini, para hakim konstitusi tengah melakukan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).

RPH sendiri dilakukan untuk melakukan pembahasan perkara. "Setelah itu baru pengucapan putusan," kata Panitera MK Kasianur Sidauruk, Jumat (27/4).

Kendati demikian, pihaknya belum bisa memastikan mengenai kapan penyelesaian RPH. "Mungkin sekitar bulan depan, karena masih dalam pembahasan," ungkapnya.

Seperti diketahui, sidang uji materi UU Nomor 39 Tahun 2008 Pasal 10 tentang Kementerian Negara yang mengatur pengangkatan wakil menteri (wamen) telah berlangsung di MK sejak Januari 2012. Ketika sidang berlangsung, saksi ahli pemohon yang diwakili pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra dan Margarito menyatakan kedudukan wamen inkonstitusional.

Sementara itu, Direktur Litigasi Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM, Mualimin Abdi, hanya bisa menjelaskan bahwa jabatan wakil menteri tidak bertentang dengan UUD 1945. Mualimin menilai jabatan wakil menteri berasal dari karier dan harus sesuai eselon I alias golongan IVE. Tugas wakil menteri tidak mencampuri tugas-tugas teknis menteri.

"Tugas wakil menteri membantu reformasi birokrasi. Jadi, tugasnya beda (dengan menteri)," ujar Mualimin ketika itu.

Salah satu Hakim Konstitusi yang enggan menyebutkan identitasnya mengaku belum bisa memastikan keputusan tersebut seperti apa. Hal itu, kata dia, lantaran masih harus didiskusikan terlebih dahulu kepada seluruh Hakim Konstitusi. Menurut dia, dalam RPH, ada beberapa hakim yang berpandangan bahwa jabatan Wamen adalah inskontitusional. "Tapi ada juga yang tidak," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement