Rabu 25 Apr 2012 20:21 WIB

Wah, Calon Hakim Agung tak Paham Class Action

Rep: Ahmad Reza Safitri/ Red: Hazliansyah
Komisi Yudisial, ilustrasi
Komisi Yudisial, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu Calon Hakim Agung (CHA) diketahui tak memahami persoalan gugatan masyarakat atau class action. Hal tersebut terungkap saat Komisi Yudisial (KY) melakukan wawancara terbuka seleksi CHA di hari ketiga, Rabu (25/4).

Ketika salah satu satu panelis, Soeharto yang merupakan mantan Hakim Agung mempertanyakan persoalan class action kepada salah satu CHA, yakni Muhammad Daming, Daming hanya bisa terdiam.

"Apa yang saudara pahami soal gugatan class action?" tanya Soeharto. Mendapati pertanyaan tersebut, Daming hanya terdiam. Setelah itu, panelis malah memberikan contoh soal gugatan tersebut yang diahukan kelompok tukang becak yang mengajukan permohonan di pengadilan.

Demikian juga ketika panelis mempertanyakan dasar hukum atas gugatan tersebut. Daming juga tak bisa memberikan jawaban. "Saya lupa pak. Karena memang saya tidak pernah menangani kasus-kasus tersebut," kilah Daming yang merupakan Ketua Pengadilan Tinggi Banjarmasin tersebut.

Soeharto lantas memberikan penjelasan. Menurut dia, gugatan tersebut diatur dalam Perma Nomor 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok. Dalam hal tersebut, dasar hukum gugatan tersebut termaktub dalam Undang-Undang (UU) Kehutanan, Lingkungan Hidup, dan Perlindungan Konsumen.

Selain itu, Daming juga tidak memahami dasar hukum, diskresi pengadilan dalam sengketa kepengurusan partai, dan juga pembubaran partai. Fakta itu kembali terungkap ketika terlontar pertanyaan oleh panelis lainnya, yakni mantan Hakim Konstitusi Mukhtie Fadjar.

Dalam pertanyaan Mukhtie, dia mencoba menanyai Daming soal kewenangan pembubaran partai politik merupakan kapasitas siapa. Namun, lagi-lagi Daming yang juga pernah tercatat kegagalannya di DPR RI ini hanya diam.

Tak habis sampai disana. Mukhtie lantas kembali mengajukan pertanyaan. "Kalau kewenangan untuk memutus sengketa kepengurusan partai politik ada sama siapa?" Daming menjawab, "Sengketa kepengurusan partai diselesaikan di internal partai itu sendiri."

Mendengar jawaban tersebut, Mukhtie kemudian memberikan pencerahan. Menurut dia, kewenangan pembubaran partai politik merupakan kewenangan MK. Sementara untuk sengkete kepengurusan partai merupakan kapasitas pengadilan umum. "Itu bisa dilihat di UU Partai Politik," ungkapnya.

Saat panelis lainnya, Ibrahim menanyakan soal pengertian parate eksekusi atau eksekusi atas kekuasaan sendiri tanpa lewat pengadilan, Daming pun tak memberikan jawaban. "Ini menjadi catatan bapak (Daming) saja," kata mantan Direktur Perdata Mahkamah Agung (MA) tersebut.

Daming yang merupakan Ketua Pengadilan Tinggi ini mengaku mendapatkan penghasilan dari jabatannya sebesar Rp 30 juta-an. Pada jumlah tersebut, dia merinci sebanyak Rp 9 juta adalah berasal dari remunerasi. Ada lagi sebesar Rp 16 juta dari tunjangan sebagai Ketua Pengadilan Tipikor Banjarmasin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement