REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Pemerintah berencana memulai program pembatasan pemakaian premium bersubsidi untuk mobil pribadi di wilayah Jabodetabek pada Juli 2012.
Dirjen Migas Kementerian ESDM Evita Legowo di Jakarta, Senin (16/4), mengatakan pada Mei 2012, pembatasan memang sudah dimulai, namun khusus bagi kendaraan instansi pemerintah baik pusat dan daerah, BUMN dan BUMD di wilayah Jawa-Bali.
"Setelah itu, ada waktu 60 hari sebelum diberlakukan untuk masyarakat di wilayah Jabodetabek dan selanjutnya secara bertahap di wilayah Jawa-Bali sesuai ketersediaan pertamax," ujarnya.
Menurut dia, saat ini, kendaraan instansi pemerintah pusat, daerah, BUMN, dan BUMD yang tercatat berjumlah 10.000 unit di Jawa-Bali.
Ia mengatakan, saat ini, pemerintah masih membahas secara rinci mekanisme pembatasannya. Namun untuk sementara, lanjutnya, pembatasan masih berdasarkan kapasitas mesin dan bukan tahun pembuatan kendaraan.
Evita juga mengatakan, waktu 60 hari tersebut akan digunakan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi mempersiapkan pengawasannya.
Ia menambahkan, mekanisme pengawasan distribusi BBM berada dalam kewenangan BPH Migas. "Mekanisme pembatasannya seperti apa tergantung BPH Migas," katanya.
Pemerintah, lanjutnya, telah menyiapkan anggaran Rp400 miliar untuk pengawasan BBM melalui BPH Migas.
Pemerintah kembali merencanakan pembatasan pemakaian premium mobil pribadi untuk menjaga kuota BBM bersubsidi sesuai APBN Perubahan 2012 sebesar 40 juta kiloliter.
Jika tidak dilakukan upaya pengendalian, pemerintah memperkirakan konsumsi BBM bersubsidi bakal menembus 46-47 juta kiloliter atau jauh di atas asumsi 40 juta kiloliter.
Saat ini, mobil pribadi memang mengonsumsi premium bersubsidi terbesar yakni mencapai 53 persen dari total volume. Pemerintah akan mengeluarkan aturan berupa Peraturan Menteri ESDM sebagai payung hukum pelaksanaan pembatasannya pada April 2012.
Permen ESDM akan menjadi turunan Peraturan Presiden No 15 Tahun 2012 tentang Harga Jual Eceran dan Konsumen Pengguna Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 7 Februari 2012.