REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski Rancangan Undang-undang tentang pemilihan umum (Pemilu) telah disahkan menjadi Undang-Undang (UU), namun Partai Keadilan Sejahtera (PKS) masih mempersoalkan sejumlah aturan yang ada di dalamnya.
Misalnya, pada sistem proporsional terbuka. Menurut Sekretaris Fraksi PKS Abdul Hakim, pada sistem tersebut dimaknai pihaknya tidak seperti apa yang telah diamanatkan UUD terkait partai politik.
Menurut dia, jika menggunakan sistem tertutup, setidaknya dapat mendorong proses kaderisasi yang sehat dalam partai politik. "Jadi hanya kader terbaik yang akan bekerja untuk pemerintahan," kata dia dalam acara diskusi di Jakarta, Sabtu (14/4).
Dalam penegasannya, Hakim mengatakan bahwa salah satu fungsi partai politik adalah melakukan rekruitmen kepemimpinan. Semisal untuk pejabat publik. Karena itu, proses kaderisasi dapat menjadikan calon pejabat yang akan diusung memang benar-benar telah matang. "Karena itu harus tertutup," ujarnya.
Selain itu, pihaknya juga meyakinkan jika pada sistem proporsional tertutup, keuntungan lain yang dapat diambil adalah murahnya biaya Pemilu bagi negara, partai politik, dan calon anggota legislatif. Sebab, pada hasil penelitian yang dikutipnya, diketahui bahwa seorang calon legislatif harus mengeluarkan biaya sebesar Rp 2 miliar ketika ingin mendapatkan kursi.
Menurut dia, hal tersebut belum lagi yang dikeluarkan oleh partai politik. Karena itu, pihaknya menganggap dengan menggunakan sistem terbuka, hal-hal tersebut akan tetap terjadi. Padahal, ujarnya, dengan menggunakan sistem tertutup Pemilu yang dilangsungkan akan jauh lebih berkualitas dan baik.