REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR, Helmy Fauzi, mendesak agar Rancangan Undang-Undang Penanganan Konflik Sosial (RUU PKS) batal disahkan. Dia menilai, RUU PKS bertentangan dengan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
"Dengan munculnya draf RUU PKS yang rencananya akan disahkan dalam rapat Paripurna pada tanggal 10 April 2012, memperlihatkan reformasi sektor keamanan yang kini berjalan hendak disabotase dan kembali diarahkan menuju kondisi sektor keamanan di era Orde Baru. TNI akan mudah mendominasi banyak wilayah yang notabene bukan kewenangannya," kata Helmy, dalam diskusi di Jakarta, Ahad (8/4).
Disebutkannya, pada Pasal 34 Ayat (1) dan (2) RUU PKS menyebutkan bahwa kepala daerah memiliki kewenangan untuk meminta pengerahan dan penggunaan TNI melalui Forum Koordinasi Pimpinan Daerah dalam menangani konflik sosial di wilayahnya.
Menurut dia, pelibatan TNI itu bertentangan dengan UU No 34 tahun 2004 dan UU Kepolisian Negera Republik Indonesia. Karena itu, lanjutnya, sebaiknya pengesahan RUU PKS ditunda untuk dibongkar pasalnya. Bahkan kalau perlu, kata Helmy, RUU PKS dibatalkan saja.
"Pelibatan TNI dalam penanganan konflik atas permintaan kepala daerah dapat melewati wewenang Presiden. Ini tidak dibenarkan dan penyalahgunaan kewenangan Presiden. Ini rawan penyalahgunaan kewenangan TNI dalam konflik," kata Helmy. Menurut dia, keterlibatan TNI dalam penanganan konflik merupakan keputusan presiden dan disetujui DPR.