Kamis 05 Apr 2012 22:39 WIB

Saksi dari Chevron Kembali Mangkir

Rep: Bilal Ramadhan/ Red: Hazliansyah
Korupsi (Ilustrasi)
Foto: unodc.org
Korupsi (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para saksi dari Chevron kembali mangkir dalam pemanggilan untuk pemeriksaan kasus korupsi proyek bioremediasi fiktif PT Chevron Pasific Indonesia (CPI). Dalam jadwal pemeriksaan hari ini (5/4), penyidik satuan khusus (satsus) memanggil empat orang saksi dari Chevron. Dari empat yang dipanggil hanya satu yang hadir.

"Hanya satu orang dari Chevron yang diperiksa, dari empat orang yang dipanggil," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum, Muhammad Adi Toegarisman yang ditemui di Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (5/4).

Adi menambahkan, penyidik menjadwalkan empat orang saksi dari Chevron untuk diperiksa pada Kamis (5/4) ini yaitu W, AH, PS dan BS. Namun dari empat orang saksi tersebut, hanya W yang memenuhi panggilan.

Bukan kali ini saja saksi-saksi dari Chevron mangkir atau tidak memenuhi panggilan tanpa alasan kepada penyidik. Rabu (4/4) lalu, empat orang saksi dari Chevron juga tidak memenuhi panggilan. Empat saksi tersebut yaitu Deni Septiana, Heri Irianto, Erwin Widjanarko dan Amelia Gita.

Bioremediasi merupakan proyek untuk menormalkan kembali tanah-tanah yang terkena limbah akibat adanya penambangan minyak. Kejaksaan menemukan indikasi adanya tindak pidana korupsi setelah melakukan penyelidikan dalam proyek bioremediasi yang dilakukan Chevron melalui dua perusahaan rekanan swasta yaitu PT Green Planet Indonesia dan PT Sumigita Jaya.

Dugaan tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan Bioremediasi di Chevron terjadi antara tahun 2006 sampai 2011. Saat melakukan kegiatan pengadaan proyek Bioremediasi, PT. Green Planet Indonesia dan PT. Sumigita Jaya sebagai pihak ketiga tidak memiliki atau memenuhi klasifikasi teknis dan sertifikasi dari pejabat berwenang sebagai perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan limbah.

Kedua perusahaan tersebut hanya perusahaan/kontraktor umum saja sehingga dalam pelaksanaannya proyek tersebut adalah fiktif belaka (tidak dikerjakan). Dugaan sementara, kerugian negara yang terjadi adalah sebesar US$ 23.000.000 atau sekitar Rp 210 miliar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement