REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terkuaknya kasus korupsi berjamaah oleh oknum anggota DPRD Provinsi Riau dinilai merupakan buah dari penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah yang tidak transparan. Peneliti korupsi politik ICW, Abdullah Dahlan, menjelaskan seharusnya penyusunan APBD dapat terpantau media dan publik.
"Korupsi subur di ranah tertutup. Untuk APBD misalnya, tidak terpantau media dan publik," ungkap Dahlan saat dihubungi, Selasa (4/3). Dahlan menjelaskan tertutupnya penyusunan APBD membuat peluang terjadinya politik transaksional yang patut dicurigai terindikasi korupsi. Misalnya saja, tutur Dahlan, Pemerintah Daerah yang mengambil keputusan anggaran dengan persetujuan DPRD.
Dalam mekanisme tersebut, ujarnya, pemerintah daerah lazim melakukan lobi-lobi untuk mengamankan kebijakannya. Proses pendekatan tersebut pun biasanya dilakukan di luar kantor DPRD.
"Mereka membahas di hotel. Itu harus dilarang," ungkapnya. Oleh karena itu, Dahlan mengusulkan adanya kode etik yang melarang pembahasan perundang-undangan di luar DPRD.
Selanjutnya, Dahlan menjelaskan partai politik harus melakukan introspeksi untuk kader-kadernya yang terlibat korupsi. Menurutnya, sanksi tegas harus dilakukan para parpol tersebut demi pencegahan.
"Harus diberi sanksi tegas. Jangan kalau ketahuan malah siapkan pengacara," ujarnya.