REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Seksi Travellers Cheque (cek pelawat) Bank Internasional Indonesia (BII), Krisna Pribadi, Senin (2/4), bersaksi pada sidang lanjutan perkara suap cek pelawat dengan terdakwa Nunun Nurbaetie. Dalam kesaksiannya, Krisna membenarkan bahwa Bank Artha Graha memesan sebanyak 480 lembar cek pelawat senilai Rp 24 miliar kepada BII.
Ia mendapat tugas memesan cek pelawat senilai Rp 24 miliar dari atasannya di Bank Artha Graha pada 8 Juni 2004. Ia meminta permohonan tertulis bukti pemesanan. "Kita minta dananya di transfer," kata Krisna di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Setelah dana ditransfer oleh pihak Bank Artha Graha, pihaknya menyiapkan 480 cek pelawat senilai Rp 24 miliar di kantor Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta.
Pada sidang sebelumnya, mantan Direktur Keuangan PT First Mujur Plantation Industry (FMPI), Budi Santoso, Senin (26/3), cek itu adalah hasil perjanjian kerja sama pemilik PT FMPI, Hidayat Lukman, dengan Suhardi alias Ferry Yen untuk membeli kebun sawit di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatra Utara senilai Rp 75 miliar dengan luas 5.000 hektare. Ferry Yen meninggal pada 2007.
Cek itu diambil pada 8 Juni 2004 atau bersamaan dengan pelaksanaan fit and proper test pemilihan Deputi Gubenur Senior Bank Indonesia (DGS BI) di DPR. Ada jalur yang belum terungkap dalam perjalanan cek itu setelah Ferry ke Nunun. Namun, Nunun memerintahkan Ari Malangjudo untuk membagi-bagikan cek itu ke anggota DPR yang belakangan diketahui terkait dengan pemilihan DGS BI Miranda Goeltom saat itu.