REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rapat SBY dengan DPP Demokrat tidak membahas nasib PKS di Koalisi. Masalah itu nantinya membutuhkan pandangan pimpinan parpol dalam setgab. Di forum itu baru akan dibicarakan apakah PKS masih layak di koalisi atau tidak.
"Tidak dibahas secara spesifik walaupun ada aspirasi kuat di kalangan kader Demokrat agar yang tidak konsisten dan komitmen dengan kontrak koalisi harus diberikan sanksi," kata ketua umum PD, Anas Urbaningrum, di Jakarta, Ahad (1/4).
Pihaknya mengakui ada partai koalisi yang tidak sejalan dengan kontrak politik Koalisi Sekretariat Gabungan. Namun demikian, menurutnya, Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono yang juga Ketua Koalisi Sekretariat Gabungan tidak bisa memutus sepihak memberikan sanksi partai koalisi yang tidak sejalan.
Menurutnya, kontrak koalisi tidak hanya ditandatangani SBY dan Wakil Presiden Boediono. Demokrat, Golkar, PAN, PKS, PPP, dan PKB, ikut menandatangani. Maka itu, kata Anas, bila ingin mengambil keputusan terkait nasib koalisi itu juga harus melibatkan ketua umum lainnya. "Ini keputusan bersama peserta koalisi," jelas Anas. Intinya, adalah bagaimana kontrak koalisi itu bisa ditegakkan dengan baik.
Saat ini, partai koalisi yang memiliki jalan berbeda dengan mitra koalisi yakni PKS. Dalam paripurna pengesahan pasal tentang kenaikan harga BBM, PKS yang awalnya memberikan opsi akhirnya memutuskan menolak kenaikan harga BBM.
PKS tidak sepakat adanya penambahan ayat baru dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara 2012. Sikap PKS ini berbeda dengan lima partai koalisi lainnya.