Ahad 01 Apr 2012 21:47 WIB

MK Enggan Komentari Rencana Uji Materi Yusril

Rep: Muhammad Hafil/ Red: Hafidz Muftisany
Para Hakim Mahkamah Konstitusi (dari ki-ka) Harjono, Mahfud MD, Ahmad Fadlil Sumadi dan Maria Farida Indrati saat pembacaan putusan atas perkara di gedung MK, Jakarta.
Foto: Antara/Fanny Octavianus
Para Hakim Mahkamah Konstitusi (dari ki-ka) Harjono, Mahfud MD, Ahmad Fadlil Sumadi dan Maria Farida Indrati saat pembacaan putusan atas perkara di gedung MK, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) enggan memberikan penjelasan rencana uji materi Pasal 7 ayat 6a yang diajukan oleh Pakar Hukum Tata Negara sekaligus mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra. MK berpegang teguh bahwa seorang hakim dilarang mengomentari tentang suatu perkara yang sudah atau akan diajukan.

"Jadi begini, hakim itu tidak  boleh mengomentari perkara yang bakal masuk. Itu melanggar etika," kata Juru Bicara MK Akil Mochtar singkat  saat dihubungi Republika, Ahad (1/4).

Dihubungi secara terpisah, Ketua MK Mahfud MD mengatakan pihaknya siap menerima uji materi yang akan disampaikan oleh Yusril Ihza Mahendra , Senin (2/4) besok. Namun, ia mengatakan uji materi yang akan disampaikan itu tidak bisa langsung diproses pada hari itu juga.

"Tidak mungkin diproses besok. Karena kalau besok disampaikan pun toh UU nya belum ada. Menurut proses, setelah disampaikan paling lambat seminggu  baru disampaikan ke presiden," kata Mahfud saat dihubungi Republika,  Ahad (1/4).

Setelah itu, akan diproses selama sebulan lagi. Presiden akan mengundangkannya. Sehingga, nomornya baru keluar belakangan.

"Jadi begitu nomor keluar kan tinggal daftar sidang," kata  Mahfud. Sama seperti Akil, Mahfud mengatakan bahwa seorang hakim dilarang mengomentari sebuah perkara yang akan atau sedang diajukan. Hal tersebut menurutnya bertentangan dengan etika hakim.

"Ya nanti sajalah kita ikuti prosesnya , ini kan belum apa-apa," katanya.

Saat ditanya berapa waktu yang dibutuhkan untuk proses sidang uji materi tersebut, Mahfud menjelaskan tidak ada standar waktu yang tetap.

"Tergantung kasusnya. Ada yang setahun lebih , ada yang hanya dua minggu. Tergantung kompleksitas masalahnya," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement