REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Presidium Pusat GMNI, Twedy Noviady, mengaku kecewa atas sikap kalangan DPR RI yang enggan menemui para mahasiswa, petani dan buruh saat menyampaikan aspirasinya menolak rencana kenaikan harga BBM.
"Bagi kami yang datang ke Gedung DPR RI di Senayan, tadi siang, jelas sikap itu merupakan bukti ketidakpedulian parlemen terhadap aspirasi rakyat yang gelisah akibat efek kenaikan harga BBM," katanya.
Ia mengatakan, sikap para legislator tersebut, merupakan cerminan bekunya hati para anggota DPR RI terhadap penderitaan rakyat.
"Bila terjadi kenaikan BBM oleh Pemerintah dan DPR RI, maka rakyat tidak bisa berharap lagi untuk kehidupan yang lebih baik. Untuk itu, percepatan Pemilu harus segera dilaksanakan," tandasnya.
Twedy bersama jajaran Presidium Pusat GMNI, juga sejumlah elemen mahasiswa, masyarakat petani dan buruh mendatangi DPR RI dengan maksud melakuan aksi damai. "Tetapi, selain tak ada penerimaan baik-baik dari pihak Dewan, beberapa teman kami pun jadi korban akibat bentrok dengan aparat," ungkap Janu, salah satu aktivis GMNI, secara terpisah.
Ia mengemukakan, salah seorang aktivis GMNI, yakni Imam Munandar (Ketua Bidang Advokasi Presidium Pusat) terpaksa dilarikan ke rumah sakit, akibat pukulan benda tumpul dan hantaman benda lainnya.
Twedy pun mengkritisi tindakan represif aparat kepolisian terhadap mahasiswa.
"Ada beberapa korban mahasiswa. Termasuk kader kami mengalami luka-luka karena dikeroyok aparat kepolisian," ujarnya. Karena itu, dia atas nama Presidium Pusat GMNI mengecam keras tindakan tidak simpatik oleh aparat kepolisian tersebut.
"Kami akan mengumpulkan bukti-bukti dan segera melaporkan ke Komisi Kepolisian Nasional," tegasnya. Dikatakannya, represivitas aparat kepolisian merupakan bentuk anarkisme aparat terhadap para demonstran.
"Polisi seperti kacang lupa pada kulitnya. Polri harus mengingat sejarah, kedudukan Polri yang kuat seperti sekarang, tak lepas dari jasa para mahasiswa (yang mem-barakkan TNI, untuk mengedepankan peran Polri)," kata Twedy Noviady.