Rabu 28 Mar 2012 17:51 WIB

Kontras: Polri Langgar Peraturannya Sendiri

Rep: Erdy Nasrul/ Red: Chairul Akhmad
Seorang mahasiswa tertangkap dalam bentrok aparat dengan berbagai aliansi mahasiswa yang menolak kenaikan BBM di Kawasan Stasiun Gambir, Jakarta, Selasa (27/3).
Foto: Antara/Dhoni Setiawan
Seorang mahasiswa tertangkap dalam bentrok aparat dengan berbagai aliansi mahasiswa yang menolak kenaikan BBM di Kawasan Stasiun Gambir, Jakarta, Selasa (27/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mencatat empat peraturan internal baik Peraturan Kapolri maupun prosedur tetap yang tidak dijadikan acuan dalam pengamanan yang dilakukan Polri, Selasa (27/3) kemarin.

Pertama, Perkap Nomor 16 tahun 2006 tentang Pengendalian Massa. "Aparat polisi di lapangan telah melanggar Pasal 7 ayat (1). Aparat polisi telah bersikap arogan dan terpancing emosinya oleh perilaku massa demonstran," jelas Koordinator Kontras, Haris Azhar, kepada Republika, Rabu (28/3).

Aparat polisi juga telah mengucapkan kata-kata kotor, memaki-maki massa demonstran.

Kedua, Perkap Nomor 9 tahun 2008 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan dan Pengamanan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum, yang menegaskan bahwa polisi wajib dan bertanggungjawab untuk melindungi hak asasi manusia (HAM).

Perkap ini juga ditegaskan dalam Perkap Nomor 1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.

"Aparat polisi telah melanggar prinsip-prinsip penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian, khususnya prinsip nesesitas, yaitu polisi benar-benar dihadapkan pada suatu kondisi yang mengharuskan menerapkan kekerasan dan senpi saat menegakkan hukum dan proporsionalitas penggunaan kekerasan dan senjata api didasari tujuan yang dicapai dan tidak melebihi batas, hanya saat sangat dibutuhkan," papar Haris.

Keempat, jaminan perlindungan HAM juga diatur dalam Perkap Nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. "Semestinya, bentrokan kemarin di Gambir bisa dihindari, jika aparat kepolisian tetap memegang prosedur pengamanan secara konsekuen, sebagaimana yang telah diterapkan di empat titik lainnya," jelas Haris.

Menurut Haris, tindakan berlebih dalam melakukan pengamanan unjuk rasa yang masih dilakukan aparat kepolisian di Jakarta dan wilayah lainnya di Indonesia, menunjukkan bahwa Polri telah keluar dari prinsip-prinsip nesesitas (keperluan), proporsionalitas dan aturan-aturan internal yang telah dibahas. "Polisi masih menunjukan wajah anti rakyat. Kontras meminta Polri untuk bertindak secara terukur, taat prosedur dan melakukan pendekatan persuasif terhadap aktivitas demonstrasi," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement