Rabu 28 Mar 2012 11:29 WIB

IJTI Tuntut Kapolri Usut Kekerasan Jurnalis

Rep: Indah Wulandari/ Red: Hafidz Muftisany
Kepolisian bersiap memukul mundur demosntran saat kericuhan terjadi saat demosntrasi berbagai elemen mahasiswa menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di Gambir, Jakarta, Selasa (27/3). (Republika/Aditya Pradana Putra)
Kepolisian bersiap memukul mundur demosntran saat kericuhan terjadi saat demosntrasi berbagai elemen mahasiswa menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di Gambir, Jakarta, Selasa (27/3). (Republika/Aditya Pradana Putra)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) mengecam keras perlakuan oknum Brimob Polda Metro Jaya yang tengah mengamankan aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM. IJTI meminta pelakunya diusut.

"Pelanggaran terhadap Undang-Undang Pers, khususnya pasal 4 yang menjamin kemerdekaan pers, kembali terjadi,"ujar Ketua Umum IJTI, Imam Wahyudi, Rabu (28/3).

Perlakuan melanggar hukum itu kali ini dilakukan oleh oknum-oknum Brimob terhadap dua jurnalis televisi Hartanto dari TVOne dan Riris Budi Setiawan dari Global TV.  Keduanya tengah meliput unjuk rasa mahasiswa yang menolak kenaikan harga BBM di depan Istana Negara dan di sekitar Jalan Pejambon, Jakarta Pusat, Selasa (27/3).

Atas kejadian ini, IJTI menyatakan tindakan kekerasan terhadap jurnalis secara internasional dikategorikan sebagai tindakan tidak beradab dan mengingkari prinsip kebebasan informasi. Tindakan merampas hasil karya jurnalistik, lanjut Imam, juga termasuk tindakan menghalangi tugas jurnalistik dan melanggar UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers yang diancam dengan hukuman pidana penjara selama-lamanya dua tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 500.000.000.

"Kapolri dan pimpinan Polri bertanggung jawab dan menindak keras oknum anggota Brimob tersebut. Serta mengganti kerusakan yang diakibatkan anak buahnya," ujar Imam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement