Selasa 20 Mar 2012 23:58 WIB

Mochtar Mohammad Mangkir dari Panggilan Eksekusi KPK

Rep: Muhammad Hafil/ Red: Chairul Akhmad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Walikota Bekasi non-aktif, Mochtar Mohammad, Selasa (20/3), mangkir dari panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk dieksekusi. 

Mochtar masih mempertanyakan dasar hukum Jaksa KPK untuk mengeksekusinya hari ini. "Saya mau tunggu Jaksa, katanya kan Jaksa mau datang. Silakan, saya tunggu. Saya akan ajak bicara ke Jaksa. Apa dasar hukumnya untuk melaksanakan eksekusi ini?" kata Kuasa Hukum Mochtar, Sira Prayuna, saat dihubungi, Selasa (20/3).

Menurut Sira, Mochtar akan mematuhi pelaksanaan eksekusi Jaksa KPK, tetapi aturan Undang-Undang menyebutkan perlu dasar hukum, yakni salinan putusan Mahkamah Agung. "Lha, ya itu. Saya mau tanyakan dulu, apa dasar hukumnya," ujarnya.

Sira membantah bahwa kliennya melarikan diri. Ia menegaskan bahwa Mochtar masih berada di Indonesia, meski saat ini Ia bersama kliennya namun Sira enggan memberitahu di mana saat ini Mochtar berada. "Saya tidak tahu. Saya tidak mau kasih tahu. Saya tidak mau memastikan dia berada di mana. Dia boleh berada di mana saja di tempat mana saja kecuali di luar negeri," kata Sira.

Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, apabila memang Mochtar tidak memenuhi panggilan eksekusi, KPK akan mencantumkan Mochtar dalam daftar pencarian orang (DPO). "Kita masih beri waktu menjelang sore dia datang. Kalau tidak tim akan segera berangkat melakukan penjemputan. Kalau nggak ketemu, KPK akan memerintahkan permintaan DPO ke Mabes," kata Johan di kantornya, Selasa (20/3).

MA telah mengabulkan kasasi jaksa KPK atas kasus korupsi Mochtar Mohamad. Politisi PDIP itu divonis bersalah dan dijatuhi hukuman penjara selama enam tahun dan denda Rp 300 juta serta uang pengganti Rp 639 juta.

Pengadilan tingkat kasasi menyatakan Mochtar bersalah melakukan beberapa tindak pidana korupsi. Antara lain menyuap anggota DPRD Bekasi sebesar Rp 1,6 miliar untuk memuluskan pengesahan APBD tahun 2010, menyalahgunakan anggaran makan minum sebesar R 639 juta, penyuapan untuk mendapatkan Piala Adipura tahun 2010 senilai Rp500 juta, serta penyuapan pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) senilai Rp 400 juta agar mendapat opini wajar tanpa pengecualian. Pada pengadilan tingkat pertama di Pengadilan Tipikor, Mochtar divonis bebas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement